Chapter3: Pembalasan
"Wah, kak Vei seksi
sekali..." ujar Jessie dengan nada suaranya yang mengejek dengan
pemanis dibuat-buat.
Jessie berjalan mendekatiku
yang terikat tak berdaya dan telanjang. Ia langsung dengan santai
memilin dan memainkan payudaraku. Ia memainkannya dengan santai dan
membuat putingku mengeras. Kemudian dengan tenang ia mencubiti
putingku.
"Hukuman apa yang cocok
ya untuk cewek penggoda cowok orang ?" tanyanya dengan tenang.
"Ah pasti dadamu ini sudah berkali-kali disentuh oleh cowok
pengkhianat itu ya ?" tanyanya sambil menarik-narik putingku
dengan kasar.
Aku hanya terdiam memalingkan
muka, menahan rasa sakit yang mengalir di tubuhku.
"Jika ditanya jawab !"
ujar Safira yang tiba-tiba saja dengan santai menjambak rambutku dari
belakang.
"Maaf nona Safira..."
ujarku menahan air mata.
"Jika kau membuat kami
senang dengan kelakuanmu, pelelangan vaginamu ini masih berlangsung
di klub malam," ujar Safira sambil tangannya mencengkeram
vaginaku dengan kasar. "Jika kau kurang menrendahkan diri,
mungkin kau bisa di lelang di area pelacuran kumuh, atau lebih buruk
lagi dilelang di kolong jembatan untuk para tunawisma. mengerti ?"
aku mengangguk-anggukan
kepalaku. "budak rendahan ini mengerti," ucapku
cepat-cepat. Ngeri membayangkannya.
"Hukuman apa yang pantas
buatmu ya....bagaimana jika cambukan di buah dadamu ?"
"Pelacur hina yang suka
menggoda cowok orang ini pantas menerima hukuman itu," ujarku
pasrah merendahkan diri serendah-rendahnya
"Bagaimana jika 10
pukulan setiap dada ?" ujar Jess. "Apakah kau merasa
hukuman itu pantas untukmu pelacur ?" tanyanya. Aku mengerti
maksud Jess dengan jelas dari nadanya yang seolah-olah dibuat manis
itu.
"Tidak nyonya, pelacur
hina ini tidak pantas mendapatkan 10 pukulan setiap dada. Dia harus
disiksa lebih dari itu karena ia lebih hina dan tak pantas menerima
kemurahan hati nona Jess" ujarku dengan malu.
"kau cepat sekali
belajar kak Vei,"ujar Jess
"Pelacur hina ini tidak
pantas disebut dengan nama, " ujarku
"Baiklah, 20 pukulan
untuk masing-masing dada, setelah itu kita akan berjalan-jalan
mempermalukanmu. "
Maka dimulailah kengerianku,
Jess dengan segera mengambil cambuk dari tas yang dibawa oleh Safira.
Entah darimana safira mendapatkan cambuk itu. Yang aku ingat rasa
sakit dari sengatannya menghantam saraf-saraf pada otakku menimbulkan
rasa sakit yang tajam dan tak tertahankan. Hanya satu pukulan, aku
ingin segera melepaskan diri dari ikatanku dan mengelus payudaraku
yang malang. Tapi aku tak kuasa melakukannya karena masih ada 19
pukulan lain yang akan menghiasai payudaraku. Dan 20 pukulan lain di
payudaraku yang lain.
Aku menjerit keras pada
pukulan ke 3. Aku ingin memaki Jess tapi aku tidak berani
melakukannya.
Safira tampak menikmati
setiap rintihan dan jerit kesakitanku. Setelah 10 pukulan di dada
kananku, Mereka mencambuk dada kiriku 10 kali. Aku sudah menangis dan
memohon agar mereka mengampuniku dan mengurangi jumlahnya tapi
tampaknya tidaka da efek sama sekali. tangisanku hanya membuat mereka
tambah bersemangat mencambukku.
Setelah mendapatkan 20
cambukan di masing-masing payudaraku, kini kedua bagian tubuhku yang
cantik itu memerah dengan bekas-bekas merah. Cambuk yang digunakan
untuk menyiksaku memberikan rasa sakit luar baisa tapi tidak
menimbulkan luka kecuali bekas merah saja.
Zia ingin menyiksaku juga
dengan beberapa tamparan tangannya yang menampar-nampar payudaraku.
Setelah sebelumnya terkena cambukan kini tamparan-tamparan Zia
menjadi derita tersendirii juga buatku.
Setelah hampir menampar kedua
dadaku lebih dari 20 kali ia akhirnya menyudahinya setelah aku
memohon dan meminta ampun berkali-kali.
"dadamu kenyal juga ya,"
"Terima kasih nona atas
kemurahan hati nona," ujarku masih kesakitan dan ketakutan.
Safira melepas ikatan
bondageku kemudian menyuruhku menyilangkan kedua tanganku di
punggung.
"Kedua tangan tetap di
punggung, jika aku mendapati kedua tanganmu lepas dari punggung,
dadamu akan menerima tambahan cambukan dan tamparan dari Zia dan
jess. Jelas"
"Jelas nona,"
Ujarku buru-buru menyilangkan kedua tanganku di punggung.
Safira menarik puting kananku
dan membawaku berjalan.
"Anjing ini terlalu hina
untuk ditarik menggunakan kalung anjing sekalipun," ujarnya pada
Jess.
Dalam kedaan telanjang dan
malu, aku berjalan mengikuti kemana puting dada kananku ditarik oleh
Safira. Tak lama Jess dan Zia pun ingin mencobanya sehingga aku jadi
seperti mainan mereka, dibawa putar ke sana kemari dengan menarik
putingku yang mengeras dan terasa perih karena terus menerus di
tarik.
Jess menggiringku ke ruang
tengah dan menyuruhku membawa baki berisi beras tempat aku berlutut.
Aku mengambilnya lalu Jess menarik putingku kembali. Akhirnya mereka
membawaku ke kamar lamaku ketika. Mereka memaksaku berlutut di depan
jendela rumah yang menghadap ke luar rumah. Aku berlutut terselip
antara gordeng dan kaca sehingga jika seseorang mengintip lewat pagar
dan melihat ke kaca di lantai 2 terlihatlah seorang gadis seksi
dengan hanya menggunakan kalung anjing merah tanpa busana dan
berlutut menghadap ke jalan dengan kedua tangan bersilang di
punggungnya. Aku merasa malu sekali terekspos seperti ini, wajahku
memanas dan aku hanya bisa menahan air mataku dan memandang ke
langit. Tak lupa rasa sakit dari lututku yang bertumpu pada baki
berisi beras juga mengambil peranan penting dalam kehinaanku . Aku
tidak berani memandang ke arah jalan raya takut mataku menemukan ada
seseorang yang menatapku. Aku tahu pasti terlihat oleh beberapa
pengendara sepeda motor dan orang-orang yang lalu lalang di sana.
Sementara Safira membongkar
lemari pakaianku. Mereka asyik memilih-milih pakaianku dan beberapa
mereka ambil jika mereka menyukainya.
"Bagaimana jika ini saja
?" tanya Safira
Keduanya cekikikan lalu tak
lama terdengar suara laci terbuka dan suara gunting. Aku disuruh
menghadap ke jendela luar. Karena aku tidak melihat apa yang mereka
lakukan aku hanya berharap mereka cepat menyelesaikan apa yang mereka
lakukan dan mengeluarkanku dari penghinaan ini.
Sekejap aku melirik ke danau
sunter yang ada di seberang jalan, beberapa orang mulai melihat ke
arahku. Beberapa anak kecil dan orang-orang kampung yang berjualan di
warung sana nampak mulai menyadari dan mengambil handphone mereka
untuk memotretku. Aku malu sekali dan ada perasaan aneh juga
meliputiku. Kedua putingku kembali menegang karena malu. Rasa malunya
membuatku hampir pingsan namun entah kenapa ada rasa adrenalin yang
memacuku.
Aku seperti mendengar suara
"Wow... lihat ada cina amoi bugil di jendela" atau "murahan
banget ya" atau "cewek itu ga waras ya". Belum lagi
motor-motor dan mobil-mobil yang melamban dan melirikku dengan
setengah tak percaya.
Beberapa ibu-ibu nampak
seperti sangat jijik melihatku dan mereka menyumpahi atau mengutuki
kelakukanku yang mereka anggap gila. Aku sendiri merasa hampir
kehilangan kewarasan dengan penyiksaan seperti ini.
Hampir setengah jam Jess,
Zia, dan Safira asyik mengobrak abrik lemariku dan memilih-milih
pakaian yang aku sendiri tidak tahu untuk apa. Setelah setengah jam
yang terasa hampir 1 hari, aku akhirnya ditarik ke balik gordeng
sehingga tidak lagi terekspose.
"Terima kasih nona,"
ujarku dengan mata yang masih sembab.
"Kita mau ke mall, lo
pake ini" ujar Zia melempar sebuah baju atasan berwarna putih.
Aku mengambil baju tersebut. baju tersebut memang bajuku, model
sabrina yang memiliki bahu terbuka. Aku suka baju bermodel ini karena
bahuku termasuk kecil dan cantik. Aku melihat bagian bawah baju ini
sudah dipotong sehingga ketika kugunakan, payudara bagian bawahku
terlihat sedikit. Panjang baju ini hanya 2 cm dari putingku sehingga
dada bawahku terekspos dan semua orang tahu aku pergi tanpa bra.
Belum lagi warna baju sabrina ini berwarna pink muda dan dari bahan
yang tidak terlalu tebal.
Kemudian
safira melempar rok putih pendek kepadaku. Rok ini pun termasuk
sangat pendek, dengan sedikit gerakan saja rok ini akan terbang
karena tipe rok ini bukan rok ketat.
Aku mengingat bahwa aku
sering menggunakan baju ini sebelum dipotong pendek oleh Safira dan
Jess. Dulu aku biasanya menggunakan baju ini untuk menggoda
cowok-cowok, memarkan keelokan tubuhku.
Aku hendak protes karena baju
ini terlalu terbuka tapi aku mengurungkannya karena takut mereka
memperpendek bajuku atau menelanjangiku lebih parah lagi. Zia
kemudian memasukan tangannya lewat bawah kaos sabrinaku yang pendek,
mencari puting dada kiriku lalu menariknya, memaksaku mengikutinya
keluar kamar dan turun ke lantai bawah, ia menyuruhku menggunakan
high heel merah stiletto 12 cm yang sangat tinggi.
Aku suka baju seksi dan
berpenampilan menggoda, tapi aku selalu memik
irkan keamanan juga
dengan Bra dan Celana dalam pastinya. Kali ini aku akan ke mall hanya
menggunakan 4 benda yang menempel di tubuhku, Sepatu Merah stiletto
yang mengundang semua mata, rok mini yang sangat pendek yang biasa
aku gunakan untuk sedikit "memamerkan" celana dalam dan
paha seksiku. Kali ini akan memamerkan vaginaku. lalu atasan sabrina
yg sudah dipotong dan biasa kugunakan dengan daleman bra dan tanktop,
kini kugunakan tanpa tanktop dan bahkan tanpa bra. Lalu sebuah kalung
anjing merah yang diberikan kak Sierra tadi pagi.
Setelah mereka menyuruhku
mengaca, mereka memaksaku berdandan secantik mungkin dan menyeretku
(dengan menarik putingku tentunya) ke dalam bagasi Mobil Camry.
Aku meringkuk dalam bagasi
mobil ketika mobil itu bergerak. Aku tak tahu akan kemana aku pergi,
pastinya ke mall tapi Mall apa aku tidak tahu. perjalanan memakan
waktu hampir 1 jam dan ketika bagasi dibuka aku mengenali parkiran
mall ini. Ini mall di daerah Kelapa Gading, mereka memarkirkan mobil
di parkiran dekat hotel Harris.
"Kita perlu membeli
beberapa peralatan untuk menyiksamu," ujar Jess tenang ketika
menarikku keluar dari bagasi. Kakiku terasa sangat lemas karena dari
tadi terlipat di dalam bagasi, tapi mereka tidak mau menunggu dan
langsung mengangkat bajuku yang pendek itu agar dada ku terekspos
bebas. Kemudian Jess menarik putingku untuk bergegas ke pintu masuk
mall.
Jess melepaskan tarikannya
pada putingku ketika aku sudah menuruni beberapa tangga dari
parkiran. "Ingat, apapun yang terjadi, tanganmu harus selalu ada
di bawah pingganggmu, mengangkat tanganmu lebih tinggi dari
pinggangmu, maka kau akan kami tinggal di sini dan silahkan pulang
dalam keadaan telanjang karena pakaianmu akan kami ambil."
ancamnya
Jess berbaik hati menurunkan
kembali atasan sabrinaku agar dada kiriku yang terkespos untuk
ditarik putingnya kembali tertutup sebagian. Setidaknya seakrang
kedua putingku tertutup oleh kain bajuku.
Kami berjalan-jalan di mall
cukup lama. Aku melihat mata-mata dari para cowok-cowok memandangku
dengan liar. Mereka tahu percis aku tidak menggunakan bra sama
sekali. Mereka mungkin menerka-nerka tentang celana dalamku juga.
Hari itu mereka berputar
tanpa alasan yang jelas. Setelah puas berputar menjelajahi Mall yang
super besar ini, mereka mencari supermarket dan masuk kedalam
supermarket yang ada.
Kami berempat berjalan,
tentunya aku menjadi pusat perhatian karena bajuku yang super terbuka
dan semua orang hampir dapat mengetahui bahwa aku tidak menggunakan
Bra. Aku sangat malu tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Ingin aku
mengangkat tanganku dan menutupi dadaku tapi aku tidak berani
mengangkat tanganku melebihi pinggangku, aku sangat ingat ancaman
mengerikan dari Jess.
Mereka pergi dan beputar-putar di tempat buah dan minuman dingin, mereka sengaja menyeretku dekat tempat minuman dingin agar putingku yang kedinginan mengeras sehingga terlihat sekali bahwa aku tidak menggunakan bra.
"Kita beli raket listrik
yuk," ajak Safira
Kemudian aku diminta Jess
untuk bertanya pada salah satu pegawai laki-laki untuk mengetahui
dimana tempat raket listrik disimpan. Aku dengan pasrah mendekati
salah satu pegawai dan menanyakannya.
Si pegawai itu melihat ke
arah dadaku dan tampak mengamatiku dengan seksama ketika aku
mendekatinya. Ia mungkin penasaran apakah aku benar-benar tidak
menggunakan apa-apa lagi dibalik bajuku. Ia menunjukanku ke bagian
elektronik. Jess memintanya agar ikut dengan kami ke sana.
Si pegawai dengan senang hati
menemaniku yang berpakaian layaknya pelacur. Di sana ada beberapa
raket listrik untuk membunuh nyamuk, aku tahu bahwa mereka akan
menyetrumku dengan raket ini nantinya. Aku diminta mereka memilih
raket, aku memilih asal saja. Kuambil satu raket berwarna hijau.
"Bang, ini bisa di tes
dulu ?" tanya Jess.
"Bisa, saya akan
ambilkan batre-nya ya kak." ujar si pegawai ramah.
"Kami ikut saja,"
ujar Jess mengikuti si pegawai itu ke bagian agak ujung dimana ia
mengambil sebuah batre yang disimpan di sana untuk uji coba alat
elektronik. Dengan sigap si pegawai mengambil raket listrik dari
tanganku dan mengisinya lalu menekan tombol nyalanya dan
memperlihatkan padaku dan Jess bahwa lampunya indikatornya menyala.
"Sudah nyala ya mbak,"
ujarnya ramah
"Lampu saja ya yang
menyala, bagaimana kami tahu bahwa ini benar-benar nyetrum ?"
tanya Jess.
"Kalau ada apa-apa bisa
dikembalikan langsung. ada garansi," ujar si pegawai. dalam hati
ia mungkin berpikir : masa harus cari nyamuk dulu.
"Kami ingin mencobanya,
coba pada dia," ujar Jess tenang. Aku tahu pasti aku disuruh
menyentuhnya, tapi belum sempat aku bergerak tiba-tiba Jess
mengangkat baju Sabrinaku, membuat kedua buah dadaku menyembul keluar
dan terekspos di hadapan si pegawai lelaki yang asing ini.
Aku
tersentak kaget, tanganku hampir menutupi kedua dadaku. Tapi untung
aku segera mengepalkannya sebelum tanganku mengangkat lebih tinggi
dari pinggangku. Aku tersentak kaget dan malu seketika. Kini kaos
Sabrinaku terbuka dan berpangku pada dadaku.
Si pagawai tampak terkejut
dan tidak tahu harus berkata apa. ia malu, cemas, dan juga ragu.
"Ayo bang, coba saja
setrum toketnya, dia suka koq." ujar Jess.
"anu...." si
pegawai tampak tidak tahu harus berbuat apa, ia menatap mataku dan
mata Jess dengan bingung.
"Minta abang ini
melakukannya Vei," ujar Jess padaku.
"Silahkan menyetrum dada
saya yang hina ini tuan," ujarku akhirnya dengan wajah memerah
dan mata yang berlinang air mata.
"yakinkan dia !"
ujar Jess.
Safira dan Zia cekikan dan
asyik sendiri melihatku terhina.
"Maaf tuan, aku yang
hina ini menyulitkan tuan" Akhirnya aku menuntun tangan si
pegawai agar menempelkan raket listrik hijau itu ke
dadaku.
"silahkan ditekan, tuan" ujarku lagi
"silahkan ditekan, tuan" ujarku lagi
Si Pegawai dengan mata yang
sedang bertarung dengan nafsu dan profesionalitasnya akhirnya menekan
tombol itu dan aku merasakan sakit yang amat sangat menyengat melalui
buah dadaku. Putingku yang menempel erat dengan besi di raket listrik
itu terasa sangat perih dan sakit tapi aku tidak berani teriak karena
takut mengundang perhatian. Aku hanya menutup mulutku sebisanya
menahan rasa sakit itu.
Setelah hampir 7 detik aku
disetrum secara memalukan akhirnya si Pegawai yang melihat aku
kesakitan menjauhkan raketnya dari dadaku yang telanjang.
"Enak ?" tanya Jess
?
"sakit nona,"
ujarku
"ow kau ga suka yang ini
ya ?" ujarnya padaku. "Bang, boleh ambilkan merek lain
raketnya ? kami akan menunggu di sini. Tolong carikan merek lain,
warnanya hijau kalau ada." ujarnya
"Iya mbak," ujar si
Pegawai, ia salah tingkah meletakan si raket di lantai dan berlari
menjauh mengambil raket listrik lain sementara aku masih memamerkan
dadaku yang telanjang kepada khalayak publik. Jess dengan santai
memainkan putingku agar mengeras kembali sebelum siap untuk disetrum
kembali.
"Ide lu gila juga ya
Jess" ujar Zia sambil tangannya meremas dadaku.
"ya ini baru awal."
ujarnya cuek.
Safira menimpali dengan "abis
ini kita lakukan rencanaku ya,"
Aku hanya bisa menangis dan
menggenggam tanganku dengan kebencian, sakit, hati, dan rasa malu
yang mendalam.
Tak lama kemudian kembalilah
sang pegawai membawa raket listrik lain berwarna merah. Maka mereka
kembali mencoba kembali menyetrum dadaku. Kali ini rasa sakitnya
melebihi rasa sakit sebelumnya, setidaknya itulah menurut yang
kurasakan. Aku hampir menjerit dan berusaha sebisaku menahan rasa
sakitnya.
"Kurasa kau tak
menyukainya," ujar Jess santai.
"Aku suka yang ini
nona," ujarku buru-buru. "Aku ingin yang ini !"
ujarku takut-takut bahwa Jess akan meminta dan mengulur waktu lagi.
"Yakin ? kau tampak
tidak menyukainya ketika disetrum, sini coba lagi."
Maka penyetruman tahap kedua
dari si raket merah kembali menyengat puting dadaku. Aku berusaha
tersenyum dan menyukainya walau aku emrasakan itu sangat mustahil.
Sakitnya begitu menyiksaku.
"Yakin kau mau ini ?"
"'Iya nona Jess. Aku
sungguh mau yang ini,"
"Coba kau setrum sendiri
dadamu," ujarnya mengambil raket dari tangan si Pegawai dan
menyuruhku menyetrum puting dadaku sendiri.
Dengan hati hancur dan takut
aku meletakan raketnya diatas dadaku. Rasa dingin dari kawatnya
menempel dan terasa sekali di puting dan buah dadaku. Aku tahu dalam
detik-detik berikutnya, ketika kutekan tombolnya, kawat dingin itu
akan menjadi neraka tak berhenti selama 5 sampai 10 detik.
Aku menekannya.
neraka kembali menyengatku,
aku tak bisa menekannya lebih dari 5 detik.
"Kalau kau tidak
menyukainya, kita pilih yang lain saja, " ujar Jess
"Tidak aku menyukainya,"
"bisa dipakai lama tidak
?" tanya Jess. "Coba 20 detik"
Dengan pasrah aku menyetrum
diriku dua puluh detik lamanya, aku sampai lemas setelah penyetruman
yang kedua. Vaginaku mulai becek dan aku mungkin akan
terkencing-kencing jika dilanjutkan. Setelah 2 atau 3 kali pencobaan
setruman 5-10 detik di dadaku akhirnya Jess setuju membeli si raket
merah.
"Katakan terima kasih
pada abangnya," ujarnya padaku.
"Terima kasih tuan,"
ujarku. Jess menawarkan padanya untuk mendapat oral sex dariku tapi
dia menolaknya. Dia hanya ingin memegang dadaku untuk sesaat. Hampir
1 menit mungkin si pegawai asyik memainkan dadaku sebelum akhirnya
dia menampar dadaku. "Tuan hamba yang hina ini memohon agar tuan
menurunkan kaos hamba agar dada hamba tertutup kembali," pintaku
padanya.
Pegawai itu menurunkan
kembali bajuku. Setelah Jess ikut berterima kasih, ia kembali
menyuruhku kembali mengikutinya keluar dari swalayan. Zia dan Safira
tertawa senang, mood mereka sepertinya sedang membaik, berkebalikan
dengan moodku yang jatuh hancur berantakan. Aku sungguh merasa tolol
dan seperti sangat terhina. Air mataku tidak bisa berhenti mengalir
sementara orang-orang melihatku dengan tatapan bingung dan tergoda.
Jess sendiri berjalan dengan
langkah ringan menggiringku ke atrium Mall. Berikutnya Zia kebagian
menyeretku ke tempat makan di food court. Mereka menyuruhku duduk di
agak pojokan, sementara mereka berbelanja makanan. Safira duduk
menemaniku sambil tangannya asyik meremas dadaku secara
terang-terangan.
Aku merasa malu dan berasa
seperti mainan dan bukan lagi manusia.
Tak lama mereka datang
membawa baki KFC. Aku melihat ada dua buah gelas berisi es batu, lalu
beberapa minuman soda dingin dengan float.
Zia, Jess, dan Safira
mengambil masing-masing sebuah minuman dengan float. Sementara nampan
dan 2 gelas berisi es batu penuh kini berada di hadapanku.
Zia mengambil satu gelas es
batu lalu menumpahkannya ke atas nampan. Ia menyibakan baju sabrinaku
agar kedua dadaku kembali terekspos lalu ia menyuruhku menempelkan
kedua dadaku ke atas nampan berisi es. Ia memaksaku melakukannya
sehingga aku setengah menungging di atas meja. Lalu gelas es yang
satunya diberdirikannya di punggungku.
"Jika sampai gelas ini
tumpah, kau akan pulang dalam keadaan yang sangat menyedihkan,"
ujar Zia.
Ya aku merasakan dingin yang
amat menyiksa buah dadaku tapi aku tidak berani bergerak karena ada
es berisi batu di punggungku. Aku menungging dan Safira seskali
memukul atau meremas vaginaku sambil menikmati minuman dinginnya.
Satu menit terasa berjam-jam
dengan buah dada membeku. Aku sudah tidak tahu apakah ada orang yang
melihatku atau tidak karena rasa sakitnya dan rasa hina yang
kurasakan sudah membuat semua pandanganku kabur. Aku hanya ingin
bertahan dari siksaan ini agar aku bisa keluar dari mall ini dengan
sisa-sisa kemanusiaan dan kewarasanku.
Mereka tampak bersantai
sambil mengobrol dan tidak terasa hampir 12 menit mereka mengobrol
dengan santai sembari aku menahan dingin di payudaraku detik demi
detik dengan penderitaan dan pergumulan.
Tiba-tiba saja Safira
menempelkan es batu di vaginaku, aku terlonjak kaget dan menumpkahkan
gelas es batu di punggungku sehingga es yang sebagian telah menjadi
air tumpah dan membasahiku dengan air dingin.
"Tolol gitu aja ga bisa
!" Zia tiba-tiba menampar mukaku dengan kasar.
Safira menjenggut rambutku
dengan kasar. "Kau harus dihukum !" Aku melihat senyuman
kesenangan di wajahnya.
"Pergi ke toko buku,
beli dua penjepit kertas hitam. lalu beli sebuah spidol merah dan
kertas gambar a4 selembar." perintah Zia.
"Nih uangnya," Jess
dengan sembarangan melempar uang 50 ribu ke wajahku. Aku segera
mengambilnya. bajuku kini sedikit basah karena es batu sehingga
semakin terlihat transparan. Aku segera bergegas ke gramedia yang
letaknya cukup jauh dari foodcourt. Aku segera mencari barang yang
ditugaskan Zia kepadaku dengan keadaan setengah kedinginan karena
bajuku basah dan AC terasa dingin sekali.
Pegawai di Gramedia melirikku
dengan tatapan jijik, para pegawai pria bingung antara keinginan
menatapku dan malu.
Aku sudah sangat merasa malu,
wajahku memerah selama berbelanja dan aku segera keluar secepatnya
dan kembali ke foodcourt.
Zia menyuruhku menulis dengan
spidol merah : "TUKANG REBUT PACAR ORANG MENJALANI HUKUMAN"
tulisan tersebut harus tebal dan mudah terbaca sesuai dengan
instruksi Zia.
Setelah selesai mereka
menaikan baju sabrinaku agar kedua dadaku menyembul keluar. Lalu
mereka mencapitkan masing-masing penjepit kertas dan kertas
bertuliskan spidol merah tadi.
Kini dadaku tertutup oleh
kertas bertuliskan spidol merah yang mencapit pada putingku. Rasa
sakitnya jauh melebihi jepit jemuran yang pernah kurasakan. Rasanya
sangat mengerikan. Kedua tanganku diperintahkannya untuk disilangkan
di belakang. Zia mengaitkan rantai yang ia miliki ke kalung anjingku.
Kemudian mereka mengarakku berkeliling mall sebelum pulang.
Aku setengah menangis dan
menahan rasa malu yang amat sangat ketika Zia dengan santai
menarikku. Entah berapa lama aku akan dipermalukan dan dipajang.
Beberapa orang mengambil fotoku menggunakan HP mereka. Ada beberapa
orang tua yang langsung menggiring anak mereka jauh-jauh ketika
melihat kami di kejauhan.
Beberapa rombongan pemuda
menatap kami dengan kaget melihat gadis muda sepertiku diarak dalam
keadaan hampir sepenuhnya telanjang.
"Wah tukang rebut pacar
orang ya, rebut aku donk," ujar seorang pemuda yang melihatku
dengan nada mengejek.
Zia dan Jess yang sedang
sangat ramah langsung mendekati mereka. "Kalian mau pegang
dadanya ? " tanya Zia.
"Kalau mau pegang
silahkan, dia sedang dihukum" ujar Jess menunjuk ke arahku.
"Kalian boleh
menyentuhnya sesuka kalian," ujar Zia. "Benar kan Vei ?"
tanyanya lagi padaku.
"Silahkan menyentuh
apapun yang kalian inginkan terhadap tubuh saya,"ujarku pasrah.
Dalam sekejap mereka segera
dengan seru menyentuhku dan mencubitku seolah aku ini bukan manusia.
Aku tetap patuh berdiri membiarkan mereka memainkan penjepit di
dadaku yang semakin menyiksaku karena digerak-gerakan, ataupun
sentuhan halus mereka di dada dan di bagian tubuh yang lain. Beberapa
memaksaku untuk berciuman dan beberapa memasukan tangannya ke dalam
rokku untuk meraba vaginaku.
Perendahan di publik tidak
berlangsung terlalu lama karena satpam menghampiri kami dan mengusir
para pemuda itu. Tapi aku merasa bahwa kejadian itu tidak pernah
berakhir karena rasa sakit hati dan terhina yang terus menyiksa
batinku. Kemudian Aku, dan Zia serta Jess dan Safira dibawa ke salah
satu pos satpam.
"Saya rasa kalian
keterlaluan terhadap gadis muda ini," ujar si Satpam melihat aku
yang masih setengah terisak.
"Dia itu melakukan
kesalahan dengan pernah mencuri pacar-pacar kami. Dan dia sendiri
yang ingin melakukan apapun untuk membayar hukumannya. Kamu yang
ingin dihukum seperti ini kan Vei ?" tanya Jess dengan nada yang
dibuat manis.
"Iya, Pa semua ini salah
saya, sayalah yang terlalu murahan dan hina." ujaku kepada si
satpam.
"Jika istri bapak
selingkuh, bapak juga akan marah dan kesal kan. Vei ini memang pantas
dihukum dengan cara ini" ujar Zia menambahkan
Si satpam menimbang-nimbang
dan terus memantau ke arah dadaku dan wajahku.
Jess dengan sigap melepas
kertas pernyataanku dan menarik penjepit kertas hitam itu dengan
kasar. Membuatku menjerit kesakitan. Aku sangat ingin mengelus
putingku yang terasa sangat sakit tapi aku tetap memaksakan agar
tanganku tidak lebih tinggi dari pinggangku.
Dengan buah dadaku yang
terekspos bebas si satpam mulai kehilangan pendirian dan terlihat
bernafsu padaku.
"Biar si terhukum ngasih
blowjob kepada bapak, sambil bapak bisa maenin dadanya yang cantik
ini. Kami akan menunggu di depan ruangan, tolong jangan diperkosa
vaginanya ya pa, dia masih perawan. Asal bapak ga bikin dia
kehilangan keperawanannya, kami gakan jadiin ini masalah, nanti kalo
dia udah ga perawan kami bawa lagi dia ke sini buat bapak pake."
ujar Safira diplomatis.
Si satpam setuju lalu Zia,
Safira, dan Jess keluar dari ruangan satpam itu dan aku ditinggalkan
di sana. Aku masih berdiri dengan baju sabrinaku yang masih basah ada
di atas payudaraku, tergulung memperlihatkan kedua dadaku dengan
sempurna kepada si satpam. Tanganku masih menyilang di puggung siap
diapakan saja.
Tidak banyak yang terjadi,
aku diminta berlutut kemudian memberikan oral servis kepadanya
sementara dia duduk dengan santai di kursinya sembari memainkan
dadaku. Setelah dua kali aku meminum seluruh spermanya, aku
dikeluarkan dari ruangan Satpam itu.
Setelah menjadi mainan si
Satpam, Zia kembali memasang kertas pengakuan itu ke dadaku, dengan
jepitan kertas kembali menyiksa dadaku, ia membawaku mengelilingi
Mall sekali lagi. kali ini ada beberapa cewek yang melihatku dengan
jijik geleng-geleng kepala. Ada juga yang mendekatiku dan menamparku
tiba-tiba lalu pergi begitu saja. Beberapa pria melihatku dan Zia
serta Jess memberikan mereka ijin untuk merogohku kebagian yang
mereka sukai.
Kemudian jam 4 sore, Zia
menggiringku ke mobil dan aku kembali masuk ke dalam bagasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar