PENGENALAN KARAKTER
Namaku
Veirin, usiaku 20 tahun. Saat ini aku kuliah di salah satu kota besar
di Indonesia. Statusku saat ini adalah mahasiswa dan juga seorang
budak seks.
Aku
akan menceritakan kisah hidupku, bagaimana aku yang merupakan gadis
dari ekonomi atas sampai menjadi budak yang tidak lagi memiliki harga
diri.
Prolog
Selalu ada bayang-bayang
kegelapan dari setiap cahaya yang menyilaukan. sebuah bayang-bayang
yang hitam dan gelap. Semakin terang cahaya itu, bayangan akan
semakin pekat. Dari kegelapan yang pekat semua dimulai, dari
kebencian dan iri hati kekejian tercipta.
Awal sebuah kisah, akan
menjadi akhir dari segalanya. Kenyataan yang sulit terlihat dari
nafsu, kehancuran, dan rasa nikmat itu sendiri. Suatu lingkaran yang
digunakan oleh anak-anak manusia untuk kesia-siaan dan kehancuran
belaka. Sebuah persona yang kompleks dari keglamoran dan kehancuran.
Semua dimulai sejak kecelakaan terjadi.
"Papa kecelakaan,"
ujar mama tiriku. Itulah awal dari segalanya. Usiaku saat itu 15
tahun, waktu itu bulan juni dan sekolah sedang libur.
"Mereka berdua meninggal
seketika di km78," ujar mama tiriku. Ia meletakkan telepon dan
duduk dengan raut muka yang dilipat.
Namaku Vei, aku adalah anak
dari istri kedua keluarga ini. Keluargaku memang cukup berantakan
kondisinya walaupun dari segi ekonomi kami tidak pernah kekurangan
sedikitpun. Bahkan aku bisa bilang kami hidup mewah dan
berkelimpahan. Ayahku adalah seorang keturunan Jepang dan Jawa yang
lahir di Indonesia. Ia mewarisi bisnis dari kakekku, aku sendiri
tidak tahu pasti apa bisnisnya. Setahuku mereka memiliki ekspedisi
yang bergerak dalam eksport dan import dari dataran Jepang. Ia
menikah dengan ibu tiriku yang asli pribumi dari tanah Sunda. Ibu
tiriku bernama Jihan, aku yakin dia memiliki kecantikannya sendiri
yang masih ada sampai saat ini. Wajahnya tirus dan ia ramping dengan
tinggi seperti model. Mungkin dulu ia pernah menjadi model saat muda,
sekarang di usianya yang hampir 45 ia sibuk mengurus bisnis bersama
ayahku. Hubunganku dengan mama tiriku tidak terlalu baik.
Ayahku menikahi mamaku seorang
chinese setengah jepang, mama tiriku sangat membenci mamaku dan aku.
Ia cemburu karena mamaku masih muda ketika dinikahi oleh papa. Usia
mamaku masih 19 tahun ketika menikah dengan ayahku 16 tahun yang
lalu. Saat pernikahan berlangsung usia mama tiriku sudah 30an dan
kecantikannya serta gairahnya tentu tidak bisa menandingi mamaku
sehingga sudah jadi rahasia umum bahwa pertengkaran keduanya sering
kali terjadi.
Mamaku ikut serta dalam
perjalanan bersama papa sehingga hari itu aku kehilangan mama dan
papa disaat bersamaan.
Aku adalah satu-satunya anak
dari mamaku, tapi mami tiriku Jihan memiliki 2 orang anak yang juga
perempuan. Saudari tiriku yang pertama bernama Sierra, dia beda 8
tahun dariku. Saat ini ia sedang sibuk menjadi dokter di rumah sakit
swasta di Jakarta sekaligus juga sedang sibuk mengambil spesialist di
bidang kecantikan. Aku selalu tahu bahwa kakakku sirik
kepadaku. Sejak dulu kami selalu dibandingkan, walau secara
kepandaian dan kerajinan ia lebih unggul dariku, tapi aku lebih
cantik dan pintar menarik hati orang sehingga keinginanku lebih
sering dituruti papa. Memang kecantikan dan attitude yang manis
bernilai lebih di dunia ini. Ditambah lagi menurutnya semua kekacauan
dan ketidakharmonisan berasal dari mamaku dan aku. Sierra memiliki
tubuh yang langsing, tinggi 168cm dengan berat badan 54kg. Ia cukup
kurus dan memiliki tubuh yang ideal dengan ukuran Payudara Bcup.
Saudari tiriku yang kedua
lebih muda 1 tahun dariku, namanya Safira, ia cantik dan agak putih
dengan mata yang besar. Kedua saudariku tidak terlalu banyak bicara
denganku, kadang kami bermain bersama tapi Sierra jauh menyayangi
Safira dan dia dingin terhadapku. Safira bertubuh mungil karena baru
berusia 14 tahun. Wajahnya kemayu dan terlihat innocence, berbeda
dengan wajah Sierra yang terkesan galak.
Aku sendiri memiliki tinggi
160cm saat itu dengan berat badan 48kg. tubuhku ideal dan langsing
karena aku diajari merawat diri oleh mamaku. Aku berlatih salsa untuk
membentuk badanku agar lentur dan mama bilang salsa membakar kalori
yang besar dibanding tarian lain. Lagi pula memang aku ini tidak
terlalu mudah gemuk. Wajahku oriental dengan mata tidak terlalu sipit
karena mamaku masih memiliki darah jepang. Warna kulitku putih dan
bisa dibilang mulus. Braku bercup B karena dadaku cukup besar untuk
gadis seusiaku.
Aku juga suka menggenakan
pakaian seksi karena aku suka menjadi pusat perhatian. Aku
sangat suka memamerkan pakaian dalamku, karenanya ketika memakai
pakaian, biasanya pakaianku akan sangat menonjolkan braku.
Kisahku bermula ketika
pemakaman papa dan mamaku selesai. Aku, mama tiriku Jihan, kak Sierra
dan Safira kembali ke rumah kami yang besar di depan danau Sunter.
Rumah kami cukup besar di sana dengan halaman depan dan halaman
belakang yang cukup luas. Rumah itu bergaya arsitektural era romawi
kuno dengan sedikit modernisasi. Halaman rumah kami yang cukup luas
memiliki jalan samping yang cukup luas juga untuk mencapai halaman
belakang yang penuh dengan rerumputan.
di rumah itu hidup kami
sekeluarga, 4 pembantu perempuan, dan dua orang supir. Salah satu
pembantu di rumahku, Ani memiliki usiayang lanjut dan sangat galak.
Aku sering bertengkar dengannya karena keegoisan dan sifat usilku.
Ketiga pembantu lainnya memiliki usia 19 stau 20 tahun. Nama mereka
Yanti, Santi, dan Tantri. Sedangkan kedua supir di rumahku bernama
Ikhsan dan Somat. Pa Ikhsan merupakan supir pribadi milik aku dan
mamaku, sedangkan pa Somat bertugas mengantar mama tiriku, Sierra,
dan Safira.
3 hari ke depan tampak biasa
saja, tidak terjadi banyak hal. Aku banyak menghabiskan waktu di
kamarku karena kakak dan mama tiriku sepertinya menyalahkanku dan
mamaku atas kematian papa. Apalagi waktu terjadi kecelakaan itu
mamaku yang sedang mengemudi. Aku jadi malas melihat muka mereka yang
menatap benci kepadaku. Suasana rumah sangat tidak nyaman.
Pembacaan surat wasiat telah
dibacakan dan seluruh usaha yang dipegang ayahku akan diurus mama
tiriku dan dia yang berhak mengaturnya untuk menjamin kehidupan
seluruh keluarga termasuk aku.
TAHUN PERTAMA PERBUDAKAN
Chapter1 : Awal Mula
Di hari kamis, satu minggu
sebelum aku resmi menggunakan seragam putih abu-abu, kak Sierra
tiba-tiba memasuki kamarku, ia membuka kamarku dengan kasar. Aku
hanya menatapya dengan bingung dan tiba-tiba tanganku diseret dan aku
ditariknya ke luar ke ruang keluarga. Mama Jihan duduk di salah satu
sofa sementara keempat pembantuku berdiri di salah satu sisi.
Kak Sierra mendorongku sampai
tersungkur, aku langsung marah dan berdiri hendak menyerangnya. Tapi
para pembantu segera menahanku. Aku meronta-ronta sambil memaki
kelakuan Sierra yang kuanggap kasar, tapi tiba-tiba mama Jihan
menamparku dengan keras dan membentakku agar diam. Aku langsung
ketakutan dan diam. Setelah aku sedikit tenang mama Jihan membuatku
berlutut sementara ia duduk di sofa di depanku. Kak Sierra duduk di
sofa lainnya dan para pembantu berdiri di belakang kak Sierra. Aku
duduk di lantai bersimpuh dengan bingung apa yang akan terjadi
padaku.
"Vei kamu bukan lagi
bagian dari keluarga ini," ujar mama Jihan dengan nada dingin.
Matanya melotot dan suaranya entah kenapa menciutkan hatiku. "Mamamu
telah membunuh suamiku, ia juga merebutnya dariku. Kamu sebagai anak
dari pelacur itu, kamu akan menerima hukuman dan menanggung yang
dilakukan mamamu." aku hendak protes ketika ia menyebut mamaku
pelacur tapi entah kenapa aku tidak berani. Dari dulu aku dan mamaku
selalu takut pada mama Jihan dan itu seperti ketakutan yang selalu
mengusaiku sejak kecil.
"Semua kepunyaamu telah
dibekukan, mulai saat ini kau tidak akan memiliki apa-apa lagi.
Seluruh barang milikmu akan diambil. Kamarmu bukan lagi kamarmu. Kamu
akan tinggal di ruangan yang nanti akan kami pikirkan untukmu jika
kamu memiliki kelakuan baik. Jika kamu melawan, ini ada akte
kelahiranmu yang mungkin saja aku sobek dan bakar." ujar Mama
Jihan memperlihatkan surat-surat akte kelahiran. "Dan kamu bisa
saja kujual ke Jepang atau China sebagai budak."
Aku hanya memandangnya tidak
mengerti apa maksudnya.
"Mulai sekarang kamu
adalah budak dari Sierra" ujar mama Jihan. ia berdiri dan
mengambil setangkai rotan lalu memukulku dan membentakku agar aku
berlutut. Setelah dipukul aku segera berlutut karena ketakutan.
"Ingat kamu tidak memiliki apa-apa, kamu ga punya uang dan
tabunganmu sudah dibekukan" ujar mama Jihan. Ia memandangku
dengan tatapan mengancam, kini aku sadar bahwa hidupku sekarang akan
sangat sulit. Aku harus menjadi budak dari kak Sierra.
"Sekarang tidak ada lagi
yang akan melindungimu, mama pelacurmu sudah mati dan kau akan
menebusnya dengan tubuhmu," ujar mama Jihan.
"Sierra apa yang ingin
kau perintahkan pada mainan barumu ?" ujar mama Jihan
menyerahkan rotannya pada Sierra.
"Vei, lu nurut aja, kalo
lu ga mau tubuh lu penuh dengan luka. Apalagi wajah lu kan cantik...
sayang kalau harus terluka," ujar Sierra. ia mengelus wajahku
dengan rotan lalu tiba-tiba memukul dadaku dengan tongkatnya
membuatku kesakitan dan memakinya.
"loe gila ya kak !"
Ujarku dengan kesal.
"Loe cuma budak ya!
Panggil gw nona !" ia lalu kemudian memukul payudaraku lagi
berkali-kali sambil memaksaku memanggilnya nona. Aku masih memakinya
tetapi aku sadar aku tidak akan bisa melawannya jadi aku pasrah dan
memanggilnya nyonya.
"Maafkan aku nona"
ujarku sambil tanganku menutupi dadaku yang kesakitan karena terkena
beberapa pukulan darinya.
"Sekarang lepas pakaian
lu" ujar Sierra.
"di sini ?" tanyaku
terkejut.
"Iya, Baju itu bukan
punya lu, lu ga punya apa-apa di rumah ini. bajupun lu ga punya"
aku tersadar sekarang bahwa semua yang milikku sekarang bukan lagi
milikku. Aku berdiri aku merasa malu harus membuka baju di ruang
tengah, apalagi ada pembantu yang juga ikut melihatku. Aku sungguh
merasa terhina tapi ketika kulihat rotan Sierra dinaikan aku segera
menutup mataku menahan rasa malu dan hina pada diriku dan melortkan
kemben putihku memperlihatkan braku yang berwarna pink muda dengan
motif renda.
"cepet !" bentaknya
aku segera melorotkan kembenku ke lantai dan membuka celana hot pants
warna kuning yang kukenakan. kini aku tinggal menggunahan bra dan
celana dalam berwarna pink. "harga pakaian dalammu itu beberapa
ratus ribu, nyaman kan ?" ujar sierra. "tapi sekarang bukan
milikmu, jadi lepaskan '!" ujarnya kasar sambil memukul pahaku
dengan rotannya. aku memekik kesakitan lalu dengan enggan aku membuka
celana dalamku, perlahan... aku berharap kak Sierra menyuruhku
berhenti tapi ia malah tidak sabar dan memukulku lagi agar aku
membuka celana dalamku lebih cepat. aku melorotkan celana dalamku dan
rasa hina menyelimutiku. Vaginaku selalu kucukur rapi sehingga tidak
berbulu dan aku merasa malu sekali saat itu. belum lagi selanjutnya
aku membuka braku dan membiarkan kedua payudaraku yang indah
menggelantung bebas. Putingku yang kecil dan berwarna pink segera
mengeras karena Ac ruangan, aku merasa tegang dan malu ketika
telanjang di ruang tengah. para pembantu melihatku dengan tatapan
mengasihani. Aku menutupi vagina dan kedua payudaraku dengan
tanganku.
"loe akan memanggil para
pembantu dengan sebutan nyonya dan nona, posisi loe lebih rendah
daripada para pembantu," ujar Sierra. "mengerti ?"
aku hanya mengangguk kemudian
kak Sierra membentakku. "jawab yang benar!"
"aku mengerti nona"
ujarku.
"panggil Ikhsan dan
Somat," ujar Sierra. Tantri segera mengangguk dan pergi
meninggalkan ruangan. Aku berpikir mereka pasti bercanda memanggil
laki-laki sementara aku tidak berpakaian.
Kak Sierra dengan tenang
berjalan mengambil sebuah borgol lalu memborgol kedua tanganku di
belakang seperti para kriminal. Kemudian aku dipaksa berlutut
kembali. Tidak lama Ikhsan dan Somat masuk dan mereka terkejut
melihatku telanjang diruang tengah, dengan kedua tangan terborol di
punggung. Aku tidak tahu harus bagaimana, aku berusaha menutupi
tubuhku dengan memalingkan tubuhku tapi sia-sia karena Kak Sierra
langsung memukulku dan memperbaiki posisiku. Aku bahkan dipaksa untuk
tetap menatap lurus ke depan.
"Somat, Ikhsan, mulai
sekarang Vei bukan lagi nona kalian. Statusnya telah diturunkan
sebagai benda paling tidak berguna di rumah ini. kalian boleh
menggunakannya, tapi vaginanya tidak boleh disentuh dulu. Kami ingin
melelang keperawanannya nanti," ujar Sierra.
"nah Vei, sekarang aku
mau tanya, dimana posisimu ?" ujar Sierra dengan sadis. "jika
kausalah menjawab, aku akan memberikan dadamu yang berukuran B ini
masing-masing pukulan"
"Aku dibawah supir dan
para pembantu," ujarku menahan air mata yang mengalir dengan
deras di mataku. rasanya aku terhina sekali mengatakan hal itu.
kemudian sepasang pukulan menghajar putingku dengan keras memberikan
rasa sakit yang teramat sangat. Aku menggeliat kesakitan dan menjerit
tapi sepertinya tidak dihiraukan oleh siapapun di ruangan itu.
"di mana posisimu ?"
tayanya lagi tersenyum sadis.
"lebih rendah dari tuan
Ikhsan, tuan Somat, serta dari Nyonya Ani, nona Tantri, Santi, dan
Yanti," ujarku lagi dan sekali lagi buah dadaku dihajar dan rasa
tersengat menghajar otakku, memaksaku berpikir bahwa pastilah aku
lebih hina dan lebih rendah lagi dari apa yang kukatakan.
"Maafkan saya Nyonya,
saya tidak tahu diri. Saya lebih rendah dari ikan neon yang dipiara
di akuarium ruang tamu," ujarku sambil menangis. Kakakku kembali
memukulku dan aku tahu ia ingin aku menjawab lebih rendah lagi.
"Saya lebih rendah dari
ikan lele di septi tank rumah ini," ujarku. dan Sierra dengan
senang hati menambahkan rasa sakitku dengan rotan di dadaku membuat
aku menjerit lagi dan menangis. Aku ingin mengelus payudaraku yang
begitu kesakitan tapi tanganku terikat dan tidak dapat kugerakan.
"loe terlalu goblok untuk
bisa menjawabnya." ujar Sierra. "Ambilkan jepit jemuran."
dan sekejap saja Tantri mengambil sebaskom jepit jemuran dari
belakang. Sierra mengambil jepit jemuran dan membukanya di depan
mataku. "Ini akan menjepit buah dada kebanggaanmu karena otakmu
terlalu tolol untuk menyebutkan posisimu" ia memilin-milin
puting kananku dan setelah putingku mengeras ia menjepit jepitan baju
berwarna merah muda di putingku, aku langsung bergeliat dan menjerit
kesakitan. Aku meronta dengan hebat sampai berguling dilantai dan
jepitan itu terlepas karenanya. Sierra tampak mengamuk ia menjambak
rambutku dan menyruh Ikhsan dan Somat memegangiku.
"Somat kau boleh bermain
dengan payudara kanan, dan Ikhsan yang kiri." kemudian ia
memberikan masing-masing 3 jepitan untuk dijepitkan padaku. "Setelah
kalian puas memainkannya kalian jepit putingnya"
Somat duduk bersila di
kananku, tangan kirinya memegang tanganku agar aku tetap dalam posisi
duduk berlutut, tangan kanannya memainkan buah dadaku yang kanan.
ikhsan melakukan hal sama di kiriku, ia asyik memilin dan mencubit
payu dara kiriku dengan sadis. dan selama mereka bermain kak Sierra
mengangkat wajahku mengadah kepadanya dengan rotan di daguku.
aku merasa geli, sakit, dan
malu, nyaman, semua menjadi campur aduk menjadi satu perasaan dan
sensasi yang belum pernah kurasakan sebelumnya. antara membenci,
menikmati, ingin menyudahi dan jangan berhenti berkecambuk berperang
dalam diriku.
"lu tahu bahwa posisi lu
jauh lebih rendah lagi. lu lebih rendah dari rumput dan batu pijakan,
lu lebih rendah dari kotoran dan tai ikan di akuarium. bahkan lu
lebih rendah dari kecoa yang ada di rumah ini" ujar kak Sierra.
"malam ini gw mau u
tinggal di gudang, itu adalah kamar lu yang sementara," ujar
Sierra.
"apa yang lu ucapkan
ketika seseorang bermurah hati kepada kotoran seperti lu ?"
"t-terima..kasih nyonya,"
ujarku ditengah erangan geli dan keluhan rasa perih dari dadaku.
"tidak bisa nyonya,"
ujar bi Ani menentang.
"gudang adalah tempat
kita menyimpan barang yang mungkin akan kita gunakan dan masih
terpakai. untuk kotoran dan tai macam Vei, tidak pantas kita
menyimpannya dalam gudang. masukan saja kepalanya ke dalam kloset dan
biarkan dia tidur di sana."
aku ketakutan dan merasa sakit
hati sekali mendengar perkataan bi Ani. bahkan benda di gudang lebih
bernilai dari diriku. aku membayangkan mereka akan memasukan mukaku
ke kloset.
"ah iya, maaf kau benar
bi Ani," ujar kak Sierra.
"kloset utk kotoran, dia
di bawah kotoran, sampai kita menyiapkan tempat bagi dia. lempar saja
dia ke halaman." ujar Santi.
"ah halaman bisa jadi ide
yang sangat bagus, biarkan dia tidur sesukanya di halaman, seperti
kucing liar," ujar kak Sierra.
"terima kasih nyonya,"
ujarku lagi dengan air mata terus turun membasahi pipiku. Tubuhku
seperti panas terbakar, rasa aneh menyelimutiku dan aku tidak tahu
harus bagaimana. Puting dadaku mengeras dan terasa geli serta membuat
vaginaku terasa aneh.
"Ikhsan, Somat jika
kalian sudah puas jepit si pelacur murahan itu lalu seret dan
serahkan dia kepada Bi Ani untuk membantunya menyiapkan makan malam.
kami mau makan malam pukul 7 tepat," ujar Sierra.
"siap nyonya," ujar
ikhsan dan somat serempak.
"dan pelacur, lu harus
ikuti apapun yang mereka perintahkan atau kami akan menyeret lu
kepada gelandangan biar lu diperkosa di sana," ancam kakakku.
"baik nyonya, saya akan
menurut," ujarku ketakutan.
aku tidak tahu berapa lama
Somat dan Ikhsan bermain dengan putingku. Mungkin hanya sepuluh lima
belas menit tapi terasa sangat lama bagiku. Ketika mereka telah
selesai bermain mereka menjepit jepit jemuran ke putingku. Aku
menangis dan berteriak sejadi-jadinya setiap jepitan menjepit
putingku. Aku berguncang dan meronta tapi kedua supir itu menahanku
sampai aku kembali tenang dan rasa sakit konstant yang kurasa bisa
kutahan, barulah mereka menakut-nakuti dengan pelan-pelan
memperlihatkan jepit berikutnya dan memaksaku melihat dengan
hati-hati proses penjepitan buah dadaku yang berukuran B cup.
setelah masing-masing buah
dadaku terhias dengan 3 jepit jemuran. Bi Ani menjambak rambutku dan
membawaku ke dapur bersama Santi dan Tantri. Yanti pergi entah
kemana.
"kamu selalu pilih-pilih
makanan dan merepotkan kami semua, sekarang kamu akan tersiksa, "
ujar bi ani.
Mereka menyalakan kompor dan
mendidihkan air di atas panci. ketika air mulai mendidih, bi Ani
melepaskan semua jepitan di dadaku. Langsung aku menangis karena rasa
perih dari darah yang mengalir kembali. aku berguncang kesakitan tapi
Bi Ani yang sadis menarikku dan memaksaku untuk membungkuk di atas
kompor sehingga uap panasnya naik memanasi buah dadaku. Aku kesakitan
dan meronta, memohon kepadanya. kedua dadaku terasa sangat
menyiksaku.
Setelah aku menjerit-jerit
beberapa saat, Bi Ani akhirnya menarikku dan melanjutkan memasak. ia
merebus sayuran. tak lama Yanti muncul membawa kunci borgolku, ia
membuka borgol dari kedua tanganku yang masih ada di belakang.
kupikir sekarang aku dibebaskan tetapi mereka memborgolku kembali di
depan agar aku dapat sedikit bekerja.
Mereka memaksaku berdiri di
depan kompor tanpa celemek dan memintaku menggoreng ayam goreng
kuning. Minyaknya yang meletus-letus terkadang menciprati tubuh
telanjangku memberikan bintik luka bakar yang membuatku ingin
melangkah mundur. Tapi kemudian aku teringat kata-kata bi Ani:
"setiap kamu melangkah mundur, aku akan menjepit tubuhmu dengan
jepitan" aku berusaha keras untuk tidak mundur ketika memasak 8
potong ayam goreng itu. tapi aku mundur 5 kali menurut bi Ani
sehingga aku harus dihadiahi 5 jepitan di tubuhku.
sebelum ia menjepitku ia
menyuruhku mencuci semua peralatan masak. ia memasukan sunlight ke
dalam suatu mangkuk, kemudian ia memberikan air dicampur es batu di
mangkuk tersebut. berikutnya aku disuruh mencuci tanpa sponge pencuci
piring. Sadisnya tanganku tidak boleh menyentuh sabun, hanya
payudaraku yang boleh dicelupkan ke mangkuk sabun dingin itu. mereka
tertawa melihatku memasukan dadaku ke dalam mangkuk dingin untuk
menyabuni piring-piring. rasa dingin dari es batu yang ada di mangkuk
itu menyiksaku seburuk jepitan jemuran. setiap kali dadaku masuk aku
menahan jeritan dan tangis.
itu adalah cuci piring
tersulit yang pernah kulakukan, aku merasa sangat terhina dan
tersiksa setiap kali aku meremas-remas payudaraku dalam mangkuk
bersabun, lalu menempelkan dan menggosokan dadaku pada permukaan
panci,katel, serta alat-alat masak lainnya.
hampir setengah jam aku
mencuci beberapa katel, pisau, sendok untuk memasak, dan talenan
serta mangkuk dan piring yang ada. paling tersulit adalah mencuci
pisau. aku tak mau buah dadaku terluka ketika aku harus menyabuni
mata pisau itu.
kemudian karena aku dinilai
terlalu lama maka aku dihadiahi 3 jepitan lain sehingga aku sekarang
harus menghadapi 8 jepitan.
segera mereka mengembalikan
ikatan borgolku ke kedua tangan terborgol dipunggung lalu ikhsan dan
somat menahanku sebelum mereka bermain menyiksa mental dan fisikku
dengan jepit jemuran.
jepitan pertama di puting dada
kanan. jepitan kedua dan ketiga di dada kiri tapi bukan di putingnya.
sedangkan jepitan keempat dan kelima mereka jepitkan di bibir
vaginaku. Aku kesakitan sekali. satu jepit berikutnya di jepitkan di
dekat pusar, lalu satu jepitan lagi dijepitkan di bawah dada kanan.
jepitan terakhir mereka memaksaku menjulurkan lidah lalu
menjepitkannya di lidahku.
sakit ? aku merasa ingin bunuh
diri saat itu untuk menghentikan rasa sakit dari selangkangan, dada,
dan lidahku. kemudian tidak lebih baik dari itu, bi Ani menuntunku
dengan menarik puting kiriku. kini aku tahu kenapa bi Ani menyisakan
puting kiriku dari jepitan. karena sekarang dia mencubitnya dan
menarikya seolah itu adalah tali kekang dan kemudi untuk
menggerakanku.
putingku ditarik mengeliingi
rumah sampai berputar sebentar di halaman. kemudian dia menuntun
putingku ke ruang makan. santi, dan yanti nampaknya menyiapkan meja
ketika bi Ani mengajakku berkeliling.
Kak Sierra, Safira, dan mama
Jihan telah siap di meja. Safira tampak sudah mengetahu bahwa aku
sudah turun pangkat. ia hanya berjalan, melepas satu jepit di puting
kananku, meremas dadaku, kemudian menamparnya dan memilin putingku
kembali sebelum ia menaruh jepitnya di putingku lagi. ia melakukannya
dengan wajah dingin dan tenang. Bahkan wajah kecil cantiknya tampak
mulia dan aku sendiri merasa bahwa wajahnya tetap begitu polos dan
innocence saat ia melakukan hal keji tadi padaku. Kemudian Sierra
melepaskan jepitan di lidahku dan memasangnya di putting kiriku.
kak Sierra mengacungkan
tongkatnya dan memukul penjepit jemuran itu dengan tebasan keras
sehingga jepitan di dekat pusarku terhempas memberikan rasa sakit
yang begitu segar menusukku.
aku berguncang tapi tetap
berdiri menahan semua rasa perih. kemudian ia melakukannya kepada
semua jepit yang ada di tubuhku. bahkan safira juga ingin mencoba
permainan ini. setiap jepit yang sudar terpental, aku harus
menganbilnya dengan mulutku dan memberikannya ke tangan bi Ani.
setelah semua jepit rontok dan merontokan tubuhku, kak sierra meminta
sebuah nampan berisi lapisan beras mentah. aku harus berlutut di atas
nampan itu. rasa sakit kini menyiksa lututku. seluruh beban di
tubuhku kini bertumpu pada lutut yang berbantal biji-iji beras.
rasanya sangat sakit dan perih tapi aku harus menahannya.
kini semua orang boleh makan.
Para saudara tiriku duduk di meja makan, para pembantu dan supir
makan di meja makan mereka di dekat dapur, lalu aku makan di samping
meja makan utama. di samping karena aku berlutut di atas nampan dan
makan seperti anjing. tanganku masih terborgol di punggung. mereka
dengan kejinya menjatuhkan 5 sendok nasi di lantai tanpa alas apapun.
sepotong dedaunan lalapan serta tahu yang mereka remas dengan tangan
sehingga terlihat menjijikan. yap hanya itu yang boleh kumakan, dan
tak lupa Sierra serta Safira memberikan kontribusi ludah mereka
sebelum aku boleh menyantapnya. tepatnya aku diperitahkan
menyantapnya sampai tidak bersisa karena setiap butir nasi yang
mereka kumpulkan akan memberiku sebuah pukulan.
aku merasa kesulitan memakan
nasi dan tahu remas serta sepotong lalapan itu dengan tangan terikat.
aku merasa jijik membayangkankak sierra dan safira telah meludahinya
tapi aku memaksakan diriku memakannya. Tidak butuh waktu terlalu lama
memakannya karena jatahku hanya sedikit. Sisa beberapa remah-remah
nasi kujilati hingga lantainya bersih. Setelah selesai aku duduk
menanti para saudariku makan.
aku melihat ke meja makan
mereka berkelimpahan dengan ayam goreng, sayuran serta buah. mereka
mengobrol dan tidak mempedulikanku. aku sangat iri melihat santapan
mereka yang tampak begitu nikmat. setelah selesai makan kak Sierra
menghampiriku.
"vei, jilat semua area
yang tadi lu pake buat makan. gw mau itu kembali kering. trus abis lu
jilatin, lap sampe kering pake toket lu," ujarnya.
"baik nona," ujarku
pasrah. aku menjilati lantai itu hingga bersihkemudian melap air
liurku dengan dadaku sampai lantainya mengering.
"kamu sudah makan,
sekarang kamu akan membayarnya dengan mencuci piring," ujar kak
Sierra. "bereskan meja makan, lu ga boleh makan apapun dari
meja. jika ada makanan lebih, buang saja ke tempat sampah. tempat
sampah boleh memilikinya, tapi lu ga berhak atas sampah sekalipun.
ngerti ?"
Mama Jihan segera pergi
setelah selesai makan, tak lupa ketika ia hendak pergi ia menampar
dadaku beberapa kali untuk kesenangannya. Para saudari tiriku duduk
dengan tenang di meja sambil bercerita tentang masa depan dan apa
yang akan mereka lakukan besok. aku mendekati meja mereka melihat
begitu banyak sisa makanan yang ada di sana. Kak Sierra berbaik hati
mengambilkan sebuah tong sampah ke samping meja makan lalu menyuruhku
membuang semua sisa makanan di meja. tanganku masih terikat di
belakang sehingga aku harus mengambil sisa makanan dengan mulutku.
aku mengumpulkan tulang-ulang ayam dengan mulutku dan membawanya ke
samping meja lalu membuangnya. ada juga ayam yang masih utuh harus
kubuang juga.
ketika aku masih memberskan
meja bi Ani beseta 3 pembantu datang membantuku membersihkan meja.
"suruh pelacur ini ntuk
mencucinya hingga bersih ! kemudian setelah beres bawa dia kepadaku
bersama somat dan ikhsan. aku akan menunggu di ruang tengah."
ujar Sierra.
bi Ani menyeret puting kananku
untuk kembali ke dapur dan borgolku kembali ke ikatan depan agar aku
bisa mencuci piring-piring dengan sponge buah dadaku.
setelah mencuci semuanya,
borgolku kembali ke belakang, kemudian aku diseret kembali ke ruang
tengah.ikhsan dan somat ada di sana saat bi Ani menuntun puting
kiriku dengan kasar.
"Vei, lu bakal dicuci di
halaman depan dengan semprotan air. kemudian lu harus belajar
mengulum penis dan oral seks. Somat ama Ikhsan akan ngajarin lu malem
ini. kalo lu bisa muasin mereka, mereka bakal kasi lu alas buat lu
tidur di luar. kalo lu performanya jelek mungkin mereka bakal nyiksa
lu biar tidur lu lebih menderita,"
aku hanya pasrah dan
mengangguk. bi Ani menuntun putingku keluar dan mang somat mengambil
air lalu menyiramku dengan air dingin malam itu. mereka mengambil
sikat bekas ntuk menyikat bebatuan dan menggunakannya ke badanku.
mandi kali itu terasa amat menyakitkan dan sangat memalukan. aku
takut bagaimana jika ada orang yang mengintip dari pagar luar.
jarakku dan pagar luar tidak terlalu jauh. kulihat lampu mobil
melintas jalanan danau sunter di depanku.
setelah aku dimandikan mereka
menyeretku ke halaman belakang. ya kau bisa tebak, mereka menyeret
dengan menarik putingku.
Ikhsan dan Somat menurunkan
celana mereka dan penis mereka mencuat. penis somat lebih besar namun
lebih pendek dibanding dengan penis ikhsan. pertama-tama Somat duluan
yang maju dan memaksaku berlutut. kemudian ia dengan kasar
mencengkeram wajahku dan memaksa buka mulutku lalu memasukan
penisnya. "kulum yang benar. gunakan lidahmu," aku mencoba
mengikuti apa yang disuruh oleh Somat. aku membenci bau dari penis
tersebut, dan entah kenapa nampak menjijikan, tapi aku menjilatinya,
memainkan lidahku dan meniupnya juga. sementara Somat memompa
mulutku, Ikhsan menontonku dengan santai sambil sesekali mengocok
penisnya.
kepalaku maju mundur sesuai
tarikan dari Somat. rasanya sangat capek dan pegal dan mereka belum
juga terpuaskan. Somat terus memompa mulutku sampai akhirnya
spermanya keluar. aku hendak memuntakannya tapi Somat mencengkeram
dan memaksaku untuk menelannya. "telan pelacur!" ujarnya.
rasanya asin, anyir, dan aku
tak menyukainya. belum lagi aromanya juga anyir. aku memaksakan diri
menelannya. setelah kutelan, Somat memintaku membersihkan sisa-sisa
sperma dengan lidahku. Berikutnya giliran Ikhsan. Ikhsan lebih jahat,
ia duduk dan membuka lebar kakinya agar aku bisa mengulum penisnya.
jika Somat mengendalikanku lewat jambakan rambut, Ikhsan
mengendalikanku melalui tangannya yang memainkan dadaku. dia akan
mencubit dan menarik putingnya sesekali agar aku kehilangan ritmeku.
sementara aku sibuk mengulum
aku tidak menyadari bahwa para pembantu merekam kejadian ini dengan
hp mereka. aku sudah tidak mengingatnya berapa lama dan berapa kali
mereka melecehkan mulutku. ketika mereka puas, aku sudah merasa ingin
muntah karena terus menelan sperma, dan wajah dan rambutku sudah
dipenui oleh sperma mereka.
kemudian bi Ani menarik
putingku kembali dan kali ini ia membawaku ke gudang di bagian paling
belakang rumah. gudang rumahku berada di luar bangunan utama.
"kalian sudah dipuaskan
oleh Vei, sekarang kalian harus membayar tempat tidur untuk pelacur
ini, " ujar bi Ani.
"berapa ?" tanya
Somat.
"lima ribu rupiah untuk
sehelai kardus ini," ujar bi Ani mengambil sebuah kardus jelek
yang sudah mengelupas dan berbekas terkena air. kadus itu berdebu
sampai bi Anipun memegangnya dengan jijik dan melemparkannya padaku.
"itu alasmu untuk tidur
di luar," ujarnya.
"untuk kardus sejelek itu
tiga ribu saja," ujar ikhsan.
"empat ribu ," ujar
bi Ani.
keduanya menyetujuinya dan
masing-masing mengeluarkan dua lembar uang seribuan memberikannya
pada Bi Ani.
"harga oral seks denganmu
sangat murah ya, hanya dua ribu," ejek bi Ani.
aku merasa sangat terhina
sekali mengetahui semua kerja kerasku hanya dihargai dua ribu rupiah.
air mataku kembali mengalir dan perasaanku terasa perih sekali.
kemudian rasa perih itu kembali ke putingku yang dipelintir bi Ani.
"kamu baru menerima sesuatu, kamu harus berkata apa ?"
"t-terima kasih tuan
Somat dan tuan Ikhsan, hamba yang hina ini tidak pantas mendapat
kemurahan hati tuan sekalian." ujarku dengan terisak.
Para pembantu segera
meninggalkanku, supir juga meninggalkanku. hanya aku sendiri bersama
kardus jelek yang kugeret ke tempat yang tidak terkena cahaya lampu.
aku menyimpannya di atas rerumputan lalu berbaring keletihan di
atasnya. aku kedinginan dan merasa sangat capek. aku berharap ini
semua hanya mimpi buruk dan aku akan segera terbangun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar