Chapter7: Tuan yang Baru
“Ayo cepet turun !” bi Ani menarik putingku sambil menutup
hidungnya degan tangan kirinya. Bi Ani menarikku dengan kasar keluar
dari bagasi mobil dan menghempasku.
Dari pintu belakang kulihat para penyiksaku turun dengan santai. Zia,
Safira, Jessie, dan kak Sierra dengan anggunnya turun. Mereka hanya
melihatku dengan jijik sekaligus pandangan kasihan.
“Oi budak,” ujar kak Sierra sekenanya. “Kami akan mandi air
panas dan beristirahat. Loe akan segera
dimandikan dan cuci bersih mobil ini. Setelah itu bantu bi Ani
membersihkan rumah...”
Aku sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Seluruh tubuhku sakit dan
letih. Aku ingin memohon untuk boleh beristirahat karena aku sangat
capek, sakit, dan menyedihkan tapi aku tahu aku hanya akan semakin
disiksa. Bi Ani langsung menyemprotku dengan selang pembersih mobil
dan menyuruhku menyabuni diriku dengan sabun.
Sebuah mobil hitam lain masuk dan parkir di belakang camry kak
Sierra. Pintu belakangnya terbuka dan anjing golden yang
mengencingiku turun dari pintu belakang dibawa oleh seorang Bouncer.
“Oh aku lupa bilang, mulai hari ini tuanmu Brutus akan tinggal di
kamarmu. Kamu akan sering melayani tuanmu yang kamu cintai Vei...”
ejek kak Sierra.
“Setelah cuci mobil, mandikan tuanmu dan ajak dia untuk
beristirahat ya di kamarmu” ejek Safira.
“Aku gak menyangka, primadona kita sekarang hidup lebih rendah dari
anjing. Anjing ini akan tidur di kamarmu kak Vei. Dan kamu tidur di
lantai sebagai peliharaaannya anjing. ” ujar Jessie tertawa dengan
wajah bahagia.
Kemudian keempat gadis kejam itu masuk ke dalam rumah. Anjing golden
bernama Brutus tetap diikat di samping keran dan dibiarkan menonton
aku dimandikan. Sementara aku dimandikan degan kasar oleh bi Ani,
brutus hanya melihatku dan dengan santai rebahan di lantai. Sehabis
mandi, aku kemudian mencuci mobil dan berakhir dengan diperkosa kedua
supirku di semua lubang. Kedua supirku yang dari beberapa hari sudah
ingin menyetbuhiku langsung dengan beringasn menusukan penis mereka
ke liang vaginaku yang masih terasa sangat perih dan sakit. Aku hanya
bisa pasrah ketika mereka memperkosaku di teras rumah sehabis mencuci
mobil. Aku diperkosa dalam kondisi berdiri, dan cairan peju dari
vaginaku mengalir turun jatuh ke lantai.
“Nah kamu belum sarapan kan….” ujar Ikhsan. “Ayo jilat ini
semua cairan peju yang turun dari vagina kamu di lantai. Ayo cepet
diabisin jangan ada sisa”
Aku tidak tahu lagi aku akan direndahkan serendah apa. Aku hanya
berlutut memandangi tetesan-tetesan sperma yang bercampur dengan
cairanku di lantai. “Cepet Jilat anjing !” Somat mendorong
kepalaku ke lantai agar aku menjilati tetesan-tetesan di lantai.
Aku hanya bisa menangis, menjilati harga diriku yang hancur lebur dan
rendah. Air mataku tidak bisa berhenti mengalir. Diperkosa dan
telanjang saja sudah sangat memalukan, kini aku harus jauh lebih
rendah lagi.
“Cepet bersihkan !” bentak Ikhsan kasar.
Aku hanya pasrah menjilati semua cairan dan menelannya dan berusaha
untuk tidak muntah. Setelah aku menjilati lantai, mereka kemudian
mendorongku ke dekat Brutus.
“Mandikan tuanmu dan layani dia” ujar bi Ani mengambil alih
penderitaanku.
Aku hanya pasrah dan hendak mengambil selang untuk memandikan Brutus.
Tapi tiba-tiba sebuah gamparan mendarat di dadaku. “Kamu pikir dia
budak kayak kamu mandi di sini pake air selang ?” bentak bi Ani.
“bawa Brutus ke kamarmu, siapkan air hangat dan mandikan dia di
sana. Kamu itu budak, dia itu tuanmu.”
Aku hanya menghela nafas menyadari bahwa kini anjing ini akan ada
untuk terus menyiksaku.
“beri salam dulu pada tuanmu dengan mencium penisnya !” ujar bi
Ani memelintir salah satu putingku.
Aku segera turun merangkak dan mencium penis anjing bernama Brutus.
Setelah menciumi penis anjing itu, “Tuan ijinkan saya membawa anda
dan melayani anda. ” Ujarku sambil menyembah anjing itu. Anjing itu
hanya mengogong-gong dan menggerakan ekornya.
“Tuh Tuanmu sudah setuju, sana bawa dia dan mandiakn dia.” ujar
bi Ani
Aku menggendong anjing itu ke kamarku lalu menyiapkan air panas dan
memandikannya. Anjing itu tampak bahagia sementara aku yang keletihan
hanya bisa melihat begitu nyamannya anjing itu. Setelah Brutus mandi,
aku diminta memberikannya makanan.
“Eh kondom bekas,” ujar bi Ani padaku. “cepat beri tuanmu
makan. Minta daging segar kepada Santi di dapur !”
“i-iya nyonya,” uajrku. Buru-buru aku berjalan ke dapur. Kulihat
di dapur Santi sedang memasak. Ia melirikku dan melihatku dengan
tatapan benci.
“Nona Santi,” ujarku segera berlutut dihadapan pembantuku. Aku
menyembahnya sekali. “Bi Ani meminta kondom bekas ini meminta
daging untuk tuan Brutus. ”
“Brutus ? Oh anjing itu…..” ujar Santi. “Oke tapi kamu harus
mendapatkannya dengan usaha. ” ujarnya lagi. Aku tahu bahwa ia
ingin menyiksa dan mepermalukanku agar aku mendapatkan daging untuk
Brutus. Ia kemudian membuka freezer daging yang besar di ujung
dapur. Kamu liat freezer ini udah lama gak dibersihkan. Kamu
bersihkan ya setelah kamu bersihkan, kamu boleh ambil sepotong daging
untuk majikanmu. Sana kerja.
“bagaimana cara saya membersihkannya nona Santi ?” tanyaku
bingung.
“Aduh tuan putri tidak pernah membersihkan freezer ya. Saya lupa.
Ini gunakan palu es batu ini lalu pukul bunga es disekililing freezer
ini dan pindahkan bunga es dan serpihan es ini ke luar ruangan. Buang
aja di halaman belakang.”
“Baik nona Santi, adakah ember yang bisa pelacur ini gunakan ?”
“Ember ?”
“iya untuk membawa bunga es dari freezer.”
“Tunggu sebentar…. Karena dingin aku akan ambilkan pakaian
untukmu. Kamu mulai saja dengan merontokan es yang menempel di sisi
dinding freezer” ujar Santi bergerak langsung menghilang dari
dapur. Akupun segera menurut dan dalam keadaan telanjang
menghantamkan palu kecil berwarna putih untuk merontokan es di
dinding freezer. Udara dingin segera menyengatku dari dalam freezer
yang tingginya seperutku. Yang sulit adalah merontokan freezer di
bagian bawah karena aku harus membungkuk yang mengakibatkan
payudarahku bergelantung bebas di wilayah dinginnya freezer.
Tak lama Santi kembali muncul memberikanku bra dan celana dalam.
“Gunakan ini. Kamu akan memasukan bunga es ke dalam bra dan celana
dalam ini lalu berlari ke luar dan membuangnya di luar sana. Aku mau
kamu membuang es batunya di tempat paling ujung ! Mengerti budak ?”
“Mengerti nona,” ujarku pasrah. Aku tahu ini pasti akan sangat
menyiksa dengan memasukan bunga-bunga es kedalam bra dan celana
dalamku dan membawanya ke ruang rerumputan halaman belakang. Tapi aku
hanyalah budak yang untuk disiksa, sudah seharusnya aku tersiksa
menurut mereka. Jadi aku hanya menurut dan menggenakan bra dan celana
dalam biru yang dibawakan kepadaku. Lalu aku mulai bekerja…
memasukan bunga es ke dalam bra dan celana dalamku sangatlah
menyiksa, rasa dinginnya langsung menusukku dan aku menjadi
kedinginan dengan sangat cepat. Tapi aku tetap harus bekerja dan
bekerja. Dalam lima menit saja aku menjadi sangat kedinginan dan
mulai mengigil padahal belum banyak yang bunga es yang berpindah.
Aku menyelesaikan pekerjaan melelahkan itu dalam waktu hampir 45
menit. Aku berakhir dengan kedinginan menggunakan bra dan celana
dalam yang kini basah dengan bunga es. Aku mengigil kedingingan.
“Buka bra dan celana dalammu, peras dan gantungkan di belakang.
Kemudian pel dulu dapur dan teras belakang yang kena rembesan bunga
esmu. Gunakan lidah dan dadamu untuk mengepel. ”
“Baik nona Santi”
Setelah aku membereskan siksaanku maka aku diberikan daging untuk
makan tuanku. Bi Ani menampar dadaku sepuluh kali karena aku lama dan
memerintahkan aku berbaring di lantai. Ia menebarkan daging yang
sudah tidak terlalu dingin di sekujur badanku dan membiarkan Brutus
makan dengan aku sebagai piringnya.
Setelah brutus makan, ia naik ke kasur lamaku yang empuk da tertidur
dengan nyenyaknya.
Sementara aku ? Aku Kembali disiksa para pembantu dengan mencuci dan
menjemur pakaian. Seperti biasa, seluruh jepitan pakaian akan
menempel ditubuhku sebelum menjepit pakaian di halaman belakang.
Setelah rutinitas mengerikan itu, aku akan membersihkan seluruh kamar
mandi, menyikat semua WC, terkadang menggunakan buah dadaku sebagai
ganti pel dan lap. Setelah selesai membersihkan toilet, para pembantu
menyuruhku menjilati toilet di semua ruangan sebagai bukti aku sudah
membersihkannya dengan baik, termasuk toilet jongkok mereka.
Seringkali mereka memasukan wajahku ke dalam toilet bowl untuk di
flush dan dihina “Tai kayak kamu memang cocoknya di flush di
toilet. Ayo bilang kalo kamu tai.”
“Saya Veirin adalah kotoran yang pantas diflush setiap saaat.
Terimakasih telah membenamkan kepala kotoran ini ke tempat pembuangan
yang seharusnya” ujarku lirih. Mereka semua tertawa. “Kotoran
apanya…. Bilang TAI… T…. A….I…..” ujar Santi kesal karena
aku memperhalus.
“S-Saya Veirin adalah tai yang pantas diflush setiap saaat.
Terimakasih telah membenamkan kepala tai ini ke tempat pembuangan
yang seharusnya.”
Mereka semua tertawa dan tidak lupa mengirimkan video memalukan itu
kepada kawan-kawan mereka.
Setelah rutinitas menjadi kotoran, mereka akan menggiringku untuk
makan siang di halaman belakang, seperti anjing dengan tangan terikat
di punggungku. Aku makan sisa-sia makanan saja.
Setelah makan aku harus mencuci semua piring dan mulai menyapu dan
membersihkan rumah, memotong rumput belakang rumah dan segala macam
perawatan lainnya.
Ketika sore menjelang, mereka memasangkan penjepit putting di kedua
putingku yang terhubung dengan rantai. Kemudian mengikatkan rantai
penyambungnya ke collar brutus. Mereka membiarkan brutus bermain di
halaman belakang. Melempar bola agar anjing itu berlarian ke sana
kemari sementara putingku terseret dan akhu harus berlari dibelakang
brutus dengan tangan diikat dipunggung. Setiap Brutus berlari, kedua
putingku rasanya akan copot karena ditarik dengan kasar tapi aku
tidak bisa apa-apa.
Safira dan kak Sierra merekamku sambil menikmati buah-buahan sore dan
teh manis mereka. Tentunya sore mereka semakin manis dengan memandang
penderitaanku. Beberapa kali aku terjatuh, dan penjepit putingku
lepas karena ditarik Brutus terlalu kencang. Setiap kali penjepit itu
putus, mereka akan menampar buah dadaku masing-masing 3 kali sebelum
menjepitkan penjepit putting lagi dan membiarkan aku tersiksa. Aku
bahkan tidak bisa mengusap buah dadaku yang sudah terbrutalisasi oleh
kekejaman mereka. Aku hanya bisa menangis, berlarian dan kesakitan
menikmati penderitaanku selama 1 jam di sore itu.
Setelah kengerian bermain bersama Brutus aku kembali harus mandi sore
di pekarangan depan dan kemudian bekerja di dapur mempersiapkan makan
malam.
Setelah makan malam dihidangkan, termasuk hidangan untuk Brutus dan
para pelayan, aku hanya diam menatap mereka makan dengan lahap. Aku berlutut dengan nampan berisi beras yang menjadi alas penyiksaku.
Setelah mereka selesai makan, barulah aku makan sisa-sisa makanan
mereka yang ditaburkan di lantai.
Setelah selesai makan malam menyedihkan dan diakhiri dengan aku membereskan semua cucian dapur. Aku menuju ke kamar lamaku. Brutus sudah naik ke tempat tidurku dan tertidur pulas. Kak Sierra
dan kedua supirku kemudian menggantungku terbalik dengan kepala di bawah dan
kaki di atas, seperti ikan tuna yang siap dibantai. Mereka telah
memasang semacam pengait di kamarku sebelumnya dan posisiku tergantung 60-80 cm setidaknya dari lantai. Mereka mengukur agar ketika Ikhsan dan SOmat berdiri, posisi mulutku sejajara dengan selangkangan mereka.
“Aku gak mau dadamu cepat kendur karena gravitasi, karenanya setiap
malam kamu akan tidur dengan posisi terbalik agar dadamu berbalik
gravitasinya.” ujar Kak Sierra. Sebelum Kak Sierra meninggalkanku,
Ikhsan dan Somat dengan senang hati memasukan penis mereka ke dalam
mulutku dan memaksaku meminum sperma mereka. Aku hanya menurut dan tidak berani melawan karena aku sudah sangat keletihan. Kesadaranku sudah diambang batas. mataku telah berkunang-kunang sejak permainan brutal tadi subuh bersama para tuna wisma. Aku sudah tidak kuat lagi. Yang aku ingat, setelah beberapa cambukan dan tamparan, kak Sierra
menempelkan raket listrik dan menyetrumku hingga aku pingsan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar