Chapter 9: Hidup
bersama Kuli Bangunan
Orang
bilang masa SMA adalah masa yang paling indah. Terutama untuk seorang
gadis cantik kelas menengah atas dimana yang perlu dipikirkan hanya
bersolek, bersenang-senang, mencari cinta dan menikmati persahabatan.
Tidak ada yang perlu dipikirkan tentang membayar makanan, menabung,
bekerja ataupun hal yang sulit lainnya. Tanggung jawab yang paling
berat hanyalah nilai, dan penderitaan paling berat hanyalah ditolak
cowok, atau ketika gebetan pacaran dengan orang lain.
“Tolong
hentikan….~~~~Ah`~~~”
Tapi
lain ceritanya denganku, seorang Veirin Halim….
“Tolong…..
beri aku sedikit kelonggaran tuan Bule” ujarku ketika untuk
kesekian kalinya Bule memasukan penisnya yang besar ke
selangkanganku. Saat itu aku di posisi yang sangat menyedihkan. Aku
tergantung di jeruji penjaraku dengan kedua tanganku ditarik lebar.
Kedua kakiku ditekuk dan diangkat serta dibuka selebar-lebarnya agar
vaginaku maju ke depan seperti dipamerkan. Kedia putting payudaraku
sudah ditempelkan kabel listrik yang menyambung ke semacam kotak
rangkaian besar. Kotak besar itu menempek dengan paten di depan salah
satu dinding kamar penjaraku dan tidak bisa dicabut. Ada beberapa
tuas dan tombol untuk mengontrol tekanan listrik dan lain-lain di
salah satu sisi kotak itu. Jika mereka menarik salah satu tuasnya,
akan ada aliran listrik yang langsung menyiksa kedua putingku. Mereka
melakukan ini sejak 1 jam yang lalu. Selain Bule, ketiga temannya
juga terus bergantian memperkosa dan menyiksaku.
Entah
sudah berapa kali aku diperkosa oleh Bule dan teman-temannya sejak
hari minggu lalu tinggal di sini. Sudah 11 hari aku tinggal di
apartemenku ini bersama para kuli bangunan yang setiap hari bebas
memperkosa dan menyiksaku.
Bukan
saja diperkosa, mereka juga senang menyiksa dan mempermalukanku.
Pernah mereka memanggil gojek untuk pesan makanan mereka dan
menyuruhku membuka pintu dan menerima pesanan mereka. Aku juga
dipaksa memberikan oral sex untuk gojek tersebut.
Pernah
juga mereka mengencingi aku ramai-ramai dan aku dalam keadaan bau
pesing tidur di beranda apartemen telanjang bulat.
Mereka
juga sering mencambukku jika mereka sedang bosan. Aku akan diikat di
salah satu ikatan yang tersedia dipenjaraku,kadang di frame X kadang
digantung, dan mereka mencambukku dan menyuruhku menghitung serta
berterima kasih untuk setiap cambukan.
Pernah
juga saat pulang dari kerja aku ditanya melayani berapa orang diclub,
kemudian mereka mencambukku 10kali untuk setiap tamu yang aku layani
di club.
Belum
cukup dicambuk dan diperkosa diseluruh lubang, mereka pernah
memandikan aku dengan lilin panas dan membiarkanku tergantung
semalaman diselimuti lilin yang mengeras di penjaraku. Kemudian dia
mencambukku sampai semua lilin lepas di pagi hari sebelum aku
sekolah.
Banyak
kengerian yang sudah putting dan vaginaku rasakan, termasuk dimasukan
botol bir, gagang palu, dan juga sikat kloset yang hampir setiap hari
mereka masukan sebelum mereka memperkosaku.
“T-tuan
Bule...” ujarku lirih…. “Tolong berikan budak hina ini waktu
istirahat, budak ini janji akan siap diperkosa lagi. Vagina hambamu
ini sudah sangat perih dan mungkin penuh lecet…. Mohon tuan
memberikan saya istirahat 1 jam saja….” aku memohon pada Bule
yang masih sibuk memompa vaginaku yang setengah kering dan terasa
amat menyakitkan. Aku sama sekali tidak bisa menikmati tusukannya
karena dari tadi aku terus ditusuk oleh penis dan benda-benda lain.
“Urusan
loe kalo loe sakit dan lecet ! Kalo u ngeluh lagi gw masukin kaktus
nanti !” ujar Bule yang terus tanpa peduli memompa vaginaku sembari
tangannya memainkan penjepit buaya yang mengigit putingku untuk
menambah penderitaanku.
“Mau
gw masukin kaktus perek ?”
“Ampun
tuan… daging tempat pembuangan peju ini tidak akan mengeluh lagi…
ampun tuan….” ujarku buru-buru. Aku tidak tahu bagaimana
seandainya vaginaku dimasukan kaktus. Mungkin aku akan mati. Aku
akhirnya hanya berusaha menikmati perkosaan yang sama sekali tidak
nikmat ini. Berusaha mengarahkan pikiranku ke hal-hal jorok dan
pervert agar aku bisa kembali basah dan sedikit menikmatinya walau
perih dan lirih rasanya vaginaku saat ini.
Ini
hampir membuatku gila, kenapa aku harus mendapatkan takdir seperti
ini ? Aku sudah tidak dianggap lagi manusia. Bahkan anjing piaraanpun
diperlakukan jauh lebih terhormat dariku. Tawanan perangpun mungkin
jauh lebih berkelas daripada keseharianku. Aku mencoba menanamkan
pada diriku memang akulah yang bersalah dan patut dihukum,setidaknya
dengan begitu aku bisa menerima keadaanku ini walau terasa berat.
Tiba-tiba
aku merasakan cairan sperma hangat yang keluar dari penis si Bule di
vaginaku. Aku hanya lega semua ini akan segera berakhir. Dengan kasar
Bule mencabut penisnya dari liang vaginaku yang terasa perih. Ketika
ia menghentakan penisnya, vaginaku langsung terasa sakit kembali.
Belum
selesai Bule memakai celana, masuk Dedeh dan Aki Badot siap untuk
memperkosaku lagi.
“Ki,
kita perkosa barengan gimana ? Aki di depan aku di belakang ?”
tanya Dedeh.
“Boleh….
Kita sandwich !” ujar si Aki
“Aku
oral saja ya tuan-tuan...bergantian….” ujarku buru-buru, vaginaku
kini terasa sangat perih dan aku tidak mau merasakan vagina perih dan
lubang anusku yang akan terasa sangat menyakitkan juga.
“Plak
!” Aku badot menamparku dengan kasar. “Berani bicara balik ?”
tanyanya. “Malam ini loe akan ngerasain neraka !” ujar Aki Badot
sambil matanya melirik ke arah segitiga besi yang ada di penjaraku.
Aku tahu malam ini aku akan duduk di segitiga besi sadis yang akan
membelah vaginaku semalaman. Aku langsung lemas membayangkan apa yang
akan diterima vaginaku yang sudah hancur-hancuran ini. Aku
benar-benar sudah lebih rendah dari pelacur yang paling hina. Mungkin
pelacurpun vaginanya tidak serusak vaginaku yang terus menerus
didera.
Ki Badot dan Dedeh
menurunkanku dan dengan segera memengikat kedua tanganku kembali di
punggung. Mereka menarik penjepit buaya yang menempel dengan kabel di
putingku dengan sangat kasar sampai aku berpikir putingku terkoyak.
Aku menjerit melolong tapi tidak ada yang peduli seolah teriakanku
hanya angin lewat. Mereka lalu tanpa basa basi meremas dadaku dengan
kasar, Ki Badot menarik putingku dan menampar-nampak dadaku dan tanpa
basa basi langsung menghujamkan penisnya masuk ke dalam liang
vaginaku. Aku menjerit kesakitan tapi ternyata lolonganku semakin
menjadi-jadi karena anusku juga dihujam oleh penis Dedeh.
“Arrrgh…. Tolong
keluarkan… tolong kelaurkan…..tolong keluarkan….” jeritku.
Tapi kedua biadab itu tanpa peduli kesakitanku terus memompa kedua
lubang di tubuhku dengan kasar.
“Alah loe keenakan juga
masih sok kesakitan...” ujar Dedeh tidak mempedulikan rasa perihku.
Memang aku akui ada kala-kalanya pemerkosaan terasa nikmat, tapi
tidak setiap kali dan lebih sering rasa sakit yang mengerikan
dibanding rasa enak. Mereka memperlakukannya dengan kasar dan kejam,
sama sekali tidak peduli pada perasaanku, apanya yang bisa nikmat ?
“Biar lebih enak jepitannya,
lacur gini harus sambil disakitin,biar jepitannya lebih mantep !”
Ujar Ki Badot yang tanpa ragu-ragu memilin dan menarik kedua putingku
dengan kasar hingga aku menjerit sekencang-kencangnya, semua tubuhku
menegang karena rasa sakit tapi kedua pemerkosaku malah tampak makin
menikmati jepitan anus dan vaginaku.
Ki Badot melepaskan cubitan
sadisnya tapi segera tangan dedeh dari belakang mencengkeram kedua
dadaku dan memilinnya kembali dengan sadis ke arah sebaliknya
sehingga aku kembali menjerit dan bergerak lebih liar sampai kedua
pemerkosaku akhirnya berejakulasi di dalam kedua liangku.
Keduanya mencabut penis mereka
dari tubuhku dan melemparkan tubuhku yang udah lemas ke lantai
seperti membuang kotoran.
Edo yang bertubuh besar dan
gempal kemudian masuk dan melihatku sudah tergeletak dilantai tanpa
daya dengan vagina dan anus penuh sperma. Saking penuhnya sperma itu
mengalir menetes keluar.
Edo membuka celananya dan
meperlihatkan penisnya yang besar mengacung. Tanpa belas kasihan ia
mendekatiku, meludahiku dan menarik rambutku dengan kasar,
mendekatkan mukaku ke penisnya yang gendut dan besar. “Minum sperma
gw !” perintahnya.
Aku hanya pasrah mengeluarkan
lidahku dan merasakan aroma amis dan menijikan serta mulai
menjilatinya. Aku mengemut dan mengulumnya , memainkan lidahku agar
dia senang. Selama aku mengulumnya, tangannya tak henti-hentinya
memainkan tubuhku, terutama kedua payudara dan liang vaginaku yang
becek oleh sperma.
“Enak juga loe lonte,”
ejeknya
Aku hanya bisa pasrah dan
berusaha menjilat secepat mungkin agar Edo segera memuntahkan
spermanya ke dalam mulutku. Edo snediri ikut bergerak-gerak dan tidak
lama mulutku penuh dengan semburan spermanya. Aku tahu aku harus
menelannya tapi semprotannya membuatku terbatuk dan aku memuntahkan
sebagian spermanya.
“Kurang ajar !” sebuah
tamparan mendarat keras di pipiku membuat lebih banyak sperma
bertumpahan sekaligus sebagian lainnya langsung tertelan dan masuk
hidungku.
“kamu beraninya memuntahkan
sperma ?”
“Ampun tuan… gak
sengaja….sungguh gak sengaja...” ujarku menangis merasakan pipiku
yang panas karena tamparan kasar Edu.
“Alasan !” Edo berdiri dan
tanpa ampun pria gempal itu menendang vaginaku yang terbuka dengan
keras berkali-kali hingga aku bergelanjutan dan sperma keluar banyak
dari anus dan vaginaku hasil bekas perkosaan Bule, Ki badot, dan
Dedeh. Edo masih menendang vaginaku berkali-kali sampai aku merasa
akan mati. Edo dengan tenangnya jongkok, menarik rambut di kepalaku
dengan kasar, ia mendekatkan wajahku ke mulutnya.
“Kalo hal ini sampe terulang
lagi, kamu pasti akan emrasakan siksaan lebih parah dari sekarang !”
ujar Edo
“I-iya tuan...” ujarku
pasarah sambil mengaduh kesakitan… tubuhku masih terasa akan
hancur. Vaginaku sudah tidak tahu lagi sehancur apa sehabis diperkosa
tanpa henti dan ditendagi oleh Edo.
Edo membenamkan kepalaku ke
genangan sperma yang ada di lantai. “Jilat !” Perintahnya. “Jilat
sampai bersih.”
Aku tidak berani melawan,dan
walaupun tubuhku terasa remuk hampir mati dengan vagina yang terus
berdenyut, aku tetap berusaka bergerak dan mengisap dan menjilati
semua sperma di latnai itu dengan nafsu seperti anjing yang sudah
berhari-hari tidak makan…. Bukan akrena aku bernafsu, melainkan
karena rasa takutku.
Setelah selesai aku
menghisapnya, Edo dengan kasar membuatku menungging seperti anjing
dan langsung menghunuskan pensinya ke vaginaku dan kembali memompaku
dengan kasar sambil tangannya sesekali milin putingku dengan kasar
sampai aku menjerit-jerit. Ia suka ketika aku kesakitan karena
menurutnya aku menjepit dengan lebih erat.
Perkosaan mengerikan itu
akhirnya berakhir setelah Edo menyemburkan spermanya ke liang
vaginaku. Edo kemudian menjambak rambutku dan menarikku dengan kasar
lalu membenamkan kepalaku ke lubang toilet jongkok yang ada di ujung
penjaraku. “Minum !” perintahnya. Aku memang kehausan setelah
beberapa kali diperkosa, tapi minum dari toilet sunguhlah…. Belum
sempat aku berpikir, Edo mendorong wajahku hingga aku mulutku
menempel dengan air di toilet jongkok. Aku ttidak punya pilihan lain
dan dengan air mata bercucuran aku menjilati air itu dan meminum
airnya yang menjijikan. Kemudian setelah aku dipaksa minum cukup
banyak ia menendangku dan menyeretku ke salah satu sudut dan dengan
kasar menaikan tubuhku yang sudah lemah tak berdaya ke segitiga besi
yang ada di pinggir dinding di dalam sel jerujiku. Ia memastikan
kedua Vaginaku terbelah dan siku tajam segitiga itu mebelah tubuhku.
Aku merintih kesakitan ketika beban tubuhku menumpu pada segitiga
lancip itu. Edo sekali lagi memastikan tubuhku semua berpangku di
vaginaku yang sudah terdera habis itu. Ia mengikat tanganku selevel
dengan telingaku di kanan dan dikiriku. Menjepitkan jepit buaya
berkabel yang menempel dengan kotak kontrol.
“Oh, Loe tau gak kalo
segitiga ini juga tersambung ke listrik ?” ujar Edo tersenyum
sadis. Ia kemudian ke kotak kontrol dan mengutak-ngatik.
Aku tiba-tiba tersentak dan
menganga tapi tidak ada suara yang keluar dari mulutku karena aku
sudah terlalu letih dan lemas. Aku merasakan setruman di pelat tajam
segitiga yang membelah vaginaku dan juga di putingku.
“Kamu akan random di setrum
ini semalaman. Selamat menikmati neraka !” ujar Edo meninggalkanku.
Aku melihat jam menunjukan
pukul 11:07 malam. Mereka telah menyiksa dan mempermainkanku sejak
aku pulang sekolah jam 4 sore tadi. Mereka memasukan gagang sapu ke
dalam vaginaku dan memaksaku mengepel dengan kedua tangan terikat di
leher. Jadi aku menjepit gagang sapu dengan vaginaku dan menyapu
seluruh apartemen. Kemudian mereka memaksa dadaku menjadi lap pel dan
mengepel seluruh apartemen dan terakhir memaksaku menjilati seluruh
lantai apartemen sambil menginjak kepalaku. Aku juga diperkosa
berkali-kali dan diselingi oleh cambukan, dan pekerjaan seperti
mencuci WC. Mencuci baju mereka, memandikan mereka. Apartemenku
memang hampir sudah rampung. Tinggal satu dua lemari yang sedang
dipasang dan mereka akan segera meninggalkanku ke kehidupanku yang
lebih damai dan mungkin lebih manusiawi. Setidaknya itulah yang
kupikirkan saat ini. Tapi melihat dari progress yang mereka lakukan
sepertinya masih sampai hari minggu mereka akan tinggal dan
menyiksaku di sini.
Sudah
11 hari aku diperkosa tanpa henti dan disiksa dengan sadis,bukan saja
oleh para kuli ini tetapi juga karena aku harus bekerja di klub
sebagai pelacur junior setiap senin dan jumat. Hari ini adalah hari
kamis dan besok adalah hari jumat dimana aku akan bekerja untuk
keempat kalinya di klub mengerikan itu.
“Aaa….”
aku menganga kembali merasakan sensasi listrik mengerikan itu kembali
di putting dan vaginaku. Aku kembali terisak meratapi nasibku
kembali. Aku benar-benar sudah hancur dan tidak ada harapan lagi.
Aku
hanya bisa pasrah melwati siksaan ini sambil mengingat bahwa besok
aku akan kembali bekerja menjadi pelacur. Aku mencoba mengingat semua
kehinaan yang terjadi saat aku bekerja dibawah cengkraman kesadisan
mami Nike dan para pelacur di klub. Mereka tidak mengijinkanku
berpakaian, aku hanya menggunakan collar dan rantai. Mereka memaksaku
untuk melayani banyak tamu dan juga entah berapa belas laki-laki
dalam satu malam yang harus aku layani. Terkadang mereka hanya minta
ditemani karaoke dan tidak mengajak pelacur yang jadi mistressku
untuk bercinta, tapi karena aku hanyalah bonus, aku tetap dipaksa
mistressku untuk melayani mereka saat mereka karaoke. Dengan bebas
dipegang-pegang dan baik vagina, anus, atau mulutku akan selalu
disibukan dengan penis. Terkadang jika ada yang menolak menggunakanku
karena mungkin jijik atau takut terkena penyakit, maka aku akan
dipaksa bermasturbasi menggunakan sepatu hak tinggi mistressku atau
menggunakan botol ataupun benda-benda lainnya yang ada di sana.
Setruman demi setruman
menyiksaku. Aku hanya bisa menganga dan berusaha menjerit tapi suara
yang keluar hanya lenguhan karena aku sudah tidak ada tenaga.
Kerongkonganku terasa perih dan aku merasa kehausan walaupun baru
dipaksa minum air comberan di toilet jongkok.
Jam 12 malam lewat pintu ke
penjaraku terbuka. Bule kembali masuk.
“Gw gak bisa tidur, pengen
denger jeritan loe” ujarnya enteng sambil membuka pintu penjaraku
dan masuk ke dalam selku.
“Ampun….” ujarku lirih.
Tubuhku ini sudah satu jam
lebih tergantung menumpu pada vaginaku yang terbelah segitiga yang
berlistrik ini. Mau tidurpun aku tidka bisa karena siksaan sadis ini.
Setiap beberapa menit sekali, listrik akan menyetrumku dengan sadis
membuatku terjaga dan kembali menderita.
“A—ampun….” ujarku
lagi lirih
“Tuan….”
“Kenapa ?” ujarnya sambil
memilih instrumen untuk menyiksaku. Ia mengayun-ayunkan sebuah cane
dan berganti mencoba beberapa cambuk.
“Ampun…. Jangan siksa saya
lagi tuan…..”
“Saya ?” Tiba-tiba Bule
berputar dan cambuknya melesat menyambar buah dadaku. Membuatku
menjerit dan bergelenjut karena rasa sakit. Belum lagi tiba-tiba
listrik di segitiga pembelah tubuhku menyengat dengan sadis. Tidak
berenti di sana Bule mengambil cane dan lagsung menghajar tubuhku
dengan sadis. Aku menjerit dan menangis tapi ia tidak meperdulikanku.
“Berani bilang ‘saya’ kamu pikir kamu apa ? ”
“Ampunnnn….. anjing lacur
ini… gak akan lagi bilang “saya”…..ampun tuan… ampuni
pelacur ini...ampuni lonte ini… ampuni kondom bekas ini...”
ujarku terus menerus merendahkan diriku agar mendapat belas kasihan
dari Bule. Aku sudah tidak habis pikir serendah apa diriku saat itu.
“ampuni tempat penampungan
sperma ini…. Ampuni budak seks ini… ampuni toilet peju ini…. ”
ampuni lubang pemuas nafsu
ini…. Ampuni si penelan sperma ini… ampuni si pengemut penis
ini…. Ampuni lubang pemuas nafsu gratisan ini….ampuni babi hina
ini…. Ampuni pelacur paling murah ini… ampuni lonte gratisan ini…
ampuni….anjing…..” aku terus meracau selama Bule terus
mencambukan cane-nya ke tubuhku sementara aku masih bertumpu pada
segitiga yang membelah pangka; pahaku itu. Membuat setiap gerakan
karena rasa sakit di dada dan tubuhku menjadi menjadi-jadi.
Aku terus meracau
mempermalukan dan menghina diriku agar mendapat belas kasihan dan
pengampunan dari Bule walaupun sepertinya percuma. Bule tidak lagi
menganggap aku manusia, baginya aku adalah lubang pemuas nafsu yang
ingin dia segera hancurkan. “ampuni seongok daging yang lebih
rendah dari tai ini tuan…. Ampuni memek kegatelan ini….” ujarku
lirih dalam racauanku, kemduain aku merasa setruman yang amat
menyakitkan dan aku hanya mengingat kegelapan setelahnya.
Sebuah tamparan air dingin
membangunkanku. Bule menyiramku dengan ember dan membangunkanku yang
terpingsan karena tidak bisa lagi menahan rasa hina dan sakitnya.
Dadaku terasa sangat perih dengan warna merah-merah menghiasi seperti
garis-garis melintang. Vaginaku jangan tanya lagi, sakitnya minta
ampun dan terasa perih dan sangat panas.
“Kamu masih berani minta
ampun pengemut kontol ?” tanyanya
“T-tolong lepaskan pengemut
kontol ini…. Pengemut kontol ini sudah tidak sanggup menahan rasa
sakit di selangkangan dan payudaranya. Pengemut kontol ini lemah dan
harus lebih sering disiksa seperti ini tapi mohon sekarang ijinkan
pengemut kontol ini turun dan mengemut Kontol suci tuan sepanjang
malam.” ujarku lirih menelan sisa-sia harga diriku jika itu masih
ada.
“Apa ?”
“Ijinkan Veirin Halim si
pengemut kontol ini menghisap kontol tuan sepanjang malam” ujarku
memohon sambil menangis.
“Bolehlah, kalo kamu
berhenti menghisap kamu tau akibatnya ?”
“Tuan Bule silahkan menyiksa
pengisap kontol yang tidak berguna ini jika ia gagal,”
Akhirnya Bule setuju dan
melepaskanku dari kengerian wooden poni berlistrik itu. Ia
menghempaskan jepit buaya di putingku dan melepas ikatanku lalu
menurunkanku yang bertumpu pada alat siksaan itu.
Rasanya menginjakkan kakiku ke
tanah itu begitu melegakan walaupun aku langsung jatuh karena tidak
ada tenaga untuk berdiri dengan kedua kakiku. Tapi setidaknya berat
tubuhku tidak lagi ditopang oleh vaginaku yang rasanya sudah seperti
hancur. Aku langsung merangkak seperti anjing hina ke hadapan kakinya
dan menjilati kakinya serta memuji ‘kemurahan hati’nya, “terima
kasih atas kemurahan hati tuanku, terima kasih atas welas asih dan
pengampunan tuanku. Sungguh anjing lacur pengemut kontol ini tidak
layak mendapatkan belas kasihan tuanku, sungguh lonte pengemut kontol
ini harusnya disiksa sepanjang hidupnya tanpa belas kasihan tapi
tuanku yang belas kasih telah mengijinkan pelacur murahan ini untuk
mengemut kontol suci tuanku. Sungguh kehormatan...sungguh hambamu
yang hina ini tidak layak… terima kasih” ujarku terus sambil
menciumi kaki Bule. Sementara airmataku terus terurai.
“Bagus. Ayo ikut gw” ujar
Bule
Aku merangkak seperti anjing
di sampingnya mengikuti dia mengambil dildo besar dari laci peralatan
penyiksaanku. Aku melihatnya dengan ngeri saat ia memilih dildo besar
bergerigi.
“Kamu memang gak pantas
mendapatkan belas kasihan, karenanya kamu akan tetap mendapatkan
siksaan di Vaginamu yangs hearusnya disiksa semalaman itu. Tapi
karena aku murah hati, kamu akan mendapatkan siksaan yang lebih
ringan. Bilang aopa ?”
“Sungguh terpuji dan
termulia nama tuanku Bule. Terima kasih tuanku. Hamba hina ini memang
tidak pantas mendapatkan belas kasihan tuanku.”
“Kamu kalo merasa gak pantas
harusnya meminta apa ya ?” tanya Bule
Aku hanya menghela nafas dan
meratapi nasibku, “Mohon tuanku menambahkan hukuman hamba dengan
menjepit kedua putting hamba” ujarku meratapi nasib kedua putingku
yang akan semakin hancur. “Hamba seharusnya disiksa jauh lebih
sadis karena menerima kemuliaan Tuanku yang tidak pantas hamba ini
dapatkan”
“Baiklah, kalau begitu
selain penjepit di kedua dadamu, tuanmu akan berbaik hati dan
mengabulkan permintaanmu dengan memberikanmu Bra yang dalamnya penuh
paku payung untuk kamu kenakan sampai pagi,” ujarnya.
Aku tidak bisa berkata apa-apa
lagi.
“Kamu sudah lama kan gak
pernah pake Bra.” ujarnya
“Terima kasih tuanku,”
ujarku lirih membayangkan apa yang akan terjadi.
Bule kemudian menggiringku dan
membuka koper pinkku dan meberikan sebuah bra yang sudah dipenuhi
oleh payu payung di dalam cupnya. Ada sekitar 7 paku payung di
masing-masing cup. Aku hanya menelan ludah dan Bule segera dengan
paksa memakaikan bra mengerikan itu ke payudaraku yang sudah penuh
luka karena dihajar cane bambu itu. Rasa setiap tusukannya begitu
mengerikan. Aku menjerit sekras-kerasnya ketika ia memasangkan bra
ipada tubuhku.
“Terima
kasih….. terima kasih tuan mengijinkanku menggunakan Bra. Terima
kasih….” aku emracau kesakitan berulang-ulang seperti radio rusak
karena rasa sakit yang tak lagi tertahankan. Belum
lagi ia meremasnya dengan sadis. “Ampun...”
bisikku lirih sudah tidak ada tenaga lagi.
Kemudian
Bule menginjak kepalaku hingga menenpel dengan lantai kemudian
memasukan dildo bergerigi itu dengan kasar langsung menusukannya ke
dalam Vaginaku seperti menusukan pisau ke korban sembelihan. Aku
hanya pasrah dan meratapi malam yang masih panjang.
Bule
membuka kamar kakakku, kemudian ia berbaring dan aku memasukan
penisnya kedalam mulutku dan menjilatinya pada malam yang masih
panjang itu. Sesekali aku
measukan pensinya jauh ke dalam dan terkadang menjilatinya hingga
akhirnya Bule menyemprotkan spermanya dan langsung kutelan lalu aku
kembali menjilatinya kembali dan membuatnya terus tegang sepanjang
malam.
Ketika
pagi merekah diufuk timur, aku tertidur dengan mulutku terisi penis
Bule dan tiba-tiba saja Bule mengencingi aku membuatku tersentak
terbangun. Aku buru-buru menelan air seni yang membasahi mulutku itu.
“Telen
semua… kalo ada tumpahan kamu akan disiksa loh” Ujar Bule
tertawa.
Belum
pernah aku merasa seterhina ini. Meminum kotoran seseorang di pagi
hari sebagai sarapanku. Menjijikan dan aku merasa harga diriku rendah
sekali.
Jam
menunjukan jam 5.30 pagi dan aku membereskan sprei yang ketumpahan
air seni Bule yang sebagian gagal kutelan. Aku tahu hari ini aku akan
menderita sangat parah. Bule masih belum melepas Bra berduriku dan
aku hanya pasrah berkeja membereskan rumah dan menyiapkan sarapan
untuk keempat kuli itu. Aku memasak omelet dan menyajikannya sebelum
aku mengoral semua penis mereka ketika mereka sarapan pagi.
Setelah
itu Bule melepas Bra berduri yang mengerikan itu. Payu daraku selain
beriaskan garis horisantal merah kini memiliki titik-titik merah
bekas tusukan paku payung. Aku tahu bahwa sepanjang hari, luka-luka
itu akan terasa perih ketika bersentuhan dengan sweaterku
Aku
kemudian menyikat gigiku yang penuh bau amis sperma dan terakhir
berpakaian dan sujud menyembah keempat kulit itu sebelum berangkat
sekolah.
Bajuku
dari luar tampak seperti seragam SMA sekolah biasa di samping
apartemenku, tidak ada yang tahu bahwa aku tidak memakai pakaian
dalam dan juga bajuku sudah simodifikasi. Karena di sekolahku mereka
menggunakan vest maka sesuai ketentuan mistressku, payu daraku hanaya
boleh tertutup sehelai kain dan tidak boleh lebih sehingga aku
menonjolkan buah dadaku keluar dari kemeja. Baru aku menutupnya
menggunakan vest.